Apa Kata Neurosains tentang Stoikisme? Bukti Ilmiah di Balik Keteguhan Emosi ala Filsuf Kuno
- Cuplikan Layar
Jakarta, WISATA - Stoikisme, filsafat kuno yang dilahirkan di Yunani lebih dari dua milenium lalu, kembali naik daun di tengah zaman yang serba cepat, penuh stres, dan tak jarang penuh tekanan emosional. Tetapi, yang menarik: Stoikisme bukan sekadar ajaran kuno yang mengandalkan logika semata. Kini, neurosains modern—ilmu yang mempelajari otak dan sistem saraf—mulai menunjukkan bahwa banyak prinsip Stoik ternyata didukung secara ilmiah.
Apakah benar bahwa mengendalikan emosi seperti yang diajarkan oleh Epictetus, Seneca, atau Marcus Aurelius memang berdampak positif bagi otak dan kesehatan mental? Mari kita telusuri jawabannya.
1. Prinsip Stoikisme: Rasional, Sadar Diri, dan Terhubung dengan Kenyataan
Stoikisme mengajarkan beberapa prinsip utama yang kini semakin relevan:
- Kendalikan apa yang bisa Anda kendalikan.
- Jangan bereaksi berlebihan terhadap peristiwa luar.
- Gunakan nalar dalam menghadapi tantangan.
- Latih diri menghadapi kemalangan agar lebih tangguh (premeditatio malorum).
- Fokus pada saat ini dan terima kenyataan.
Prinsip-prinsip ini terasa intuitif, tetapi bagaimana mereka bekerja di tingkat neurologis?
2. Aktivasi Prefrontal Cortex: Pusat Kendali Emosional