Ibn Rushd (Averroes): "Biarkan Setiap Generasi Menafsirkan Kebenaran Sesuai dengan Zamannya, Tetapi … "

Ibnu Rusyd, Al-Ghazali dan Aristoteles
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Bagi Ibn Rushd, akal adalah anugerah Tuhan yang tidak boleh diabaikan. Menafsirkan wahyu dengan bantuan akal bukanlah bentuk pembangkangan, melainkan manifestasi dari upaya manusia untuk memahami kehendak Ilahi dengan sebaik-baiknya.

Kisah Para Sufi: Suhrawardi, Cahaya dari Persia yang Menyatu dalam Hikmah Timur dan Barat

Relevansi di Era Modern

Di era digital dan globalisasi yang serba cepat ini, pernyataan Ibn Rushd semakin relevan. Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan interpretasi: mulai dari agama, politik, hingga ilmu pengetahuan. Dalam kebingungan informasi dan konflik penafsiran, penting bagi setiap generasi untuk berani menyusun ulang pemahamannya terhadap dunia—tanpa melepaskan prinsip rasionalitas.

35 Kutipan dari Al-Ghazali: Dari Keraguan Filsafat Menuju Kedalaman Tasawuf yang Menyejukkan

Generasi masa kini menghadapi tantangan baru seperti kecerdasan buatan, krisis iklim, dan disrupsi sosial. Dalam menghadapi itu semua, kita perlu merujuk kembali pada pesan Ibn Rushd: gunakan akal sebagai fondasi, dan biarkan interpretasi berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman.

Warisan Filosofis yang Abadi

Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Jadilah seperti bumi: rendah hati namun menopang semua kehidupan.”

Sebagai seorang penerus semangat Aristoteles di dunia Islam, Ibn Rushd tidak hanya menulis komentar terhadap karya-karya filsuf Yunani, tetapi juga memperkaya tradisi pemikiran Islam dengan pendekatan logis dan kritis. Ia percaya bahwa memahami hukum alam dan realitas dengan akal justru mengantarkan manusia lebih dekat pada Tuhan.

Karya-karyanya memengaruhi pemikiran Barat, terutama di masa Renaisans, dan menegaskan bahwa jembatan antara Timur dan Barat dibangun atas dasar pencarian rasional terhadap kebenaran universal.

Halaman Selanjutnya
img_title