Pengurangan Bertahap atau Penghapusan Total? Polemik Reformasi Kerja Paksa di Jawa dan Madura

Kerja Paksa Jawa Madura
Sumber :
  • Jadijuara.blogspot.com

Jakarta, WISATA - Artikel ini ditulis berdasarkan dokumen "Historische nota over de grondbeginselen van artikel 57 van het regeeringsreglement (persoonlijke diensten der inboorlingen) met een voorstel tot wijziging van dit wetsartikel" yang diterbitkan oleh Landsdrukkerij pada tahun 1905. Dokumen ini merupakan catatan historis mengenai prinsip dasar Pasal 57 dari Reglemen Pemerintahan Hindia Belanda yang mengatur kewajiban kerja pribadi bagi penduduk pribumi serta usulan perubahan terhadap pasal tersebut. Artikel ini merupakan artikel keempat dari seri “Warisan Kolonial: Sejarah Pasal 57 dan Sistem Kerja Paksa di Hindia Belanda.” Pada artikel kali ini, kita akan mengupas polemik reformasi kerja paksa di Jawa dan Madura, dengan dua pandangan utama yang saling bertolak belakang, yaitu pengurangan bertahap (reformasi secara gradual) dan penghapusan total.

Wakil Presiden ILC Serukan Perlindungan Pekerja Digital dan Kutuk Pelanggaran HAM oleh Israel

Pendahuluan

Sistem kerja paksa yang diterapkan di Hindia Belanda telah lama menjadi perdebatan karena dampaknya yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat pribumi. Di Jawa dan Madura, dua wilayah yang sangat penting dalam struktur pemerintahan kolonial, kebijakan kerja paksa tidak hanya membentuk infrastruktur dan administrasi, tetapi juga meninggalkan bekas luka sosial dan ekonomi. Di sinilah muncul pertanyaan mendasar: apakah reformasi yang harus dilakukan adalah dengan mengurangi beban kerja paksa secara bertahap atau dengan menghapusnya secara total? Pertanyaan inilah yang kemudian menimbulkan polemik dan perdebatan sengit di kalangan pejabat kolonial, anggota parlemen, dan masyarakat pribumi.

Karl Marx: “Sistem Ekonomi yang Mengabaikan Keadilan Sosial, pada Akhirnya akan Menghancurkan Dirinya Sendiri.”

Latar Belakang Sejarah

Kondisi Awal Kerja Paksa di Jawa dan Madura

Langkah Menuju Perubahan: Usulan Revisi Pasal 57 dan Dampaknya terhadap Kebijakan Kolonial

Sejak awal penjajahan, pemerintah kolonial Belanda menerapkan sistem kerja paksa sebagai alat untuk membangun infrastruktur dan mengatur administrasi di wilayah jajahan. Di Jawa dan Madura, penerapan kerja paksa dikenal dengan istilah “heerendiensten” dan “gemeentediensten.” Meskipun kedua istilah tersebut memiliki tujuan yang berbeda, keduanya sama-sama memberikan beban kerja yang berat kepada penduduk pribumi.

Di Jawa, sistem kerja paksa berperan penting dalam pembangunan jalan, jembatan, dan saluran irigasi yang mendukung kegiatan pertanian dan perdagangan. Sementara di Madura, selain pembangunan infrastruktur, kerja paksa juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan administrasi dan keamanan lokal.

Konteks Sosial-Ekonomi Masa Itu

Pada masa itu, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Jawa dan Madura sangat dipengaruhi oleh kebijakan kolonial. Penduduk pribumi yang selama ini hidup dengan sistem pertanian tradisional mendadak harus memenuhi kewajiban kerja yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam struktur ekonomi dan sosial. Banyak keluarga kehilangan kesempatan untuk mengelola lahan pertanian secara optimal, dan pendapatan mereka menurun drastis karena sebagian besar tenaga diambil untuk kerja paksa.

Selain itu, ketidakmerataan dalam penerapan kebijakan ini menimbulkan konflik internal. Di satu sisi, infrastruktur yang dibangun membantu pertumbuhan ekonomi wilayah pusat, namun di sisi lain, daerah-daerah terpencil justru semakin terpinggirkan. Kondisi inilah yang kemudian mendorong munculnya berbagai kritik dan tuntutan untuk melakukan reformasi terhadap sistem kerja paksa.

Sistem Kerja Paksa dan Dampaknya di Jawa dan Madura

Pengaturan Kerja Paksa melalui Pasal 57

Halaman Selanjutnya
img_title