Agustinus dari Hippo: Sang Filsuf Gereja yang Menyatukan Iman dan Rasio
- Cuplikan layar
Salah satu warisan utama Agustinus adalah kemampuannya merangkul rasio dalam terang iman. Ia percaya bahwa akal manusia memiliki tempat penting dalam memahami Tuhan, namun akal tidak bisa berjalan sendirian. Dalam karya terkenalnya, Confessiones (Pengakuan), Agustinus menunjukkan bahwa pencarian kebenaran sejati harus dimulai dari perenungan batin dan pengakuan akan kelemahan manusia.
Ia menulis, “Saya percaya agar saya dapat memahami.” Kalimat ini menjadi prinsip dasar bagi banyak pemikir skolastik sesudahnya, termasuk Anselmus dan Thomas Aquinas. Rasio bukan ditolak, tetapi disucikan oleh iman.
Agustinus juga dikenal karena konsepnya tentang “waktu” dalam Confessiones. Ia memandang waktu bukan sebagai realitas objektif, tetapi sebagai pengalaman jiwa. Menurutnya, masa lalu, masa kini, dan masa depan bukanlah tiga waktu yang nyata, melainkan tiga modus kesadaran: ingatan, perhatian, dan harapan. Gagasan ini bahkan memengaruhi perkembangan pemikiran modern tentang subjektivitas dan psikologi.
Negara Tuhan dan Negara Dunia
Karya monumentalnya De Civitate Dei (Kota Tuhan) ditulis sebagai respons terhadap runtuhnya Kekaisaran Romawi. Dalam karya ini, Agustinus membandingkan dua kota: Kota Tuhan (yang dibangun atas dasar cinta kepada Tuhan) dan Kota Dunia (yang dibangun atas dasar cinta diri dan kekuasaan). Menurut Agustinus, sejarah manusia adalah pergulatan antara dua cinta ini.
Buku ini menjadi fondasi bagi pemikiran politik Kristen selama berabad-abad. Ia menolak pandangan bahwa kebesaran politik adalah tanda berkat ilahi. Sebaliknya, keadilan dan tujuan akhir manusia, yaitu keselamatan, tidak bisa direduksi pada urusan duniawi.