Agustinus dari Hippo: Sang Filsuf Gereja yang Menyatukan Iman dan Rasio
- Cuplikan layar
Konsep lain yang menjadi khas Agustinus adalah doktrin original sin (dosa asal) dan pentingnya kasih karunia Allah. Ia menentang ajaran Pelagius yang menganggap manusia dapat mencapai keselamatan tanpa bantuan Tuhan. Bagi Agustinus, kehendak manusia telah rusak oleh dosa, dan hanya melalui kasih karunia ilahi manusia dapat diselamatkan.
Konsepsi ini membentuk pemahaman gereja tentang pembaptisan, keselamatan, dan bahkan menjadi fondasi teologi Reformasi ratusan tahun kemudian. Agustinus adalah jembatan antara dunia patristik dan zaman skolastik, antara ajaran gereja awal dan sistem pemikiran teologis yang akan mendominasi Abad Pertengahan.
Warisan dan Relevansi
Pengaruh Agustinus tidak berhenti pada zamannya. Ia menjadi inspirasi bagi pemikir Kristen seperti Anselmus, Bonaventura, Thomas Aquinas, bahkan Martin Luther dan John Calvin. Ia juga dikaji oleh filsuf sekuler seperti Descartes dan Heidegger. Karya-karyanya tidak hanya dibaca di seminari, tetapi juga di fakultas filsafat dan sastra di seluruh dunia.
Di era digital seperti sekarang, ketika manusia kembali mempertanyakan makna, identitas, dan keberadaan, pemikiran Agustinus terasa relevan. Ia mengajarkan bahwa pencarian kebenaran sejati tidak hanya lewat data atau algoritma, tapi lewat kejujuran batin dan kerendahan hati di hadapan realitas yang lebih besar dari diri sendiri.
Penutup
Agustinus dari Hippo bukan sekadar teolog atau uskup. Ia adalah seorang filsuf sejati, yang hidup di masa transisi besar namun mampu menjawab tantangan zaman dengan kedalaman refleksi dan keluhuran iman. Ia tidak menghapus rasio dari spiritualitas, tetapi justru menunjukkan bahwa keduanya bisa berjalan beriringan menuju satu tujuan: kebenaran.