Pengakuan Agustinus: Filsafat Kehidupan dari Seorang Pencari Kebenaran

Agustinus dari Hippo (354–430 M)
Sumber :
  • Image Creator Grok /Handoko

Jakarta, WISATA - Di antara sekian banyak karya filsafat dan teologi yang lahir sepanjang sejarah, Confessiones (Pengakuan) karya Agustinus dari Hippo tetap menjadi salah satu yang paling menyentuh dan abadi. Ditulis sekitar tahun 397 M, karya ini bukan hanya catatan pertobatan seorang uskup besar, tetapi juga merupakan eksplorasi mendalam tentang eksistensi, waktu, keinginan, dan pencarian kebenaran. Lebih dari sekadar autobiografi spiritual, Confessiones adalah bentuk filsafat kehidupan yang jujur, reflektif, dan sangat manusiawi.

Marcus Aurelius: Mencari Kebenaran, Bukan Ego — Seni Menerima Kritik demi Hidup yang Lebih Bijak

Agustinus menulis karya ini dalam bentuk doa kepada Tuhan, menjadikan pembaca seolah-olah mengintip percakapan batin antara seorang manusia yang penuh luka dengan Sang Pencipta. Dengan gaya bahasa yang puitis namun tajam, ia membedah lapisan-lapisan dirinya sendiri, dari masa kecil, masa pemberontakan, hingga penemuan makna sejati dalam iman.

Kisah Pencarian yang Tak Pernah Lelah

Epictetus: Belajar Saja Tidak Cukup, Hidup Harus Dilatih dan Dipraktikkan

Agustinus tumbuh dalam keluarga yang unik: ibunya, Monica, adalah seorang Kristen yang saleh, sementara ayahnya, Patricius, lebih condong pada kehidupan duniawi. Sejak muda, Agustinus menunjukkan kecerdasan luar biasa. Ia belajar retorika di Kartago dan menjadi seorang guru yang dikagumi. Namun di balik kecemerlangannya, ia juga terjebak dalam kehidupan yang dikuasai nafsu dan ambisi pribadi.

Dalam Confessiones, Agustinus tidak segan mengakui dosa-dosanya secara terbuka—mulai dari mencuri buah pir hanya demi sensasi pemberontakan, hingga hubungan tanpa pernikahan yang ia jalani selama bertahun-tahun. Ia juga mengejar berbagai jalan intelektual: mulai dari Manikheisme, skeptisisme akademik, hingga akhirnya filsafat neoplatonik, sebelum benar-benar menerima iman Kristen secara total.

John Sellars: “Jangan Terlalu Sibuk Mengejar Masa Depan hingga Lupa Hidup Hari Ini”

Apa yang membuat Confessiones begitu kuat bukan sekadar kejujuran pengakuan, tetapi cara Agustinus mengaitkan pengalaman pribadinya dengan refleksi filosofis yang mendalam. Ia tidak hanya bertanya, "Siapakah saya?" tetapi juga, "Siapakah Tuhan?" dan "Bagaimana saya bisa mengenal Dia?"

Filsafat Tentang Hati yang Gelisah

Halaman Selanjutnya
img_title