Stoicisme untuk Generasi Milenial: Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Seneca?
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Di tengah dinamika kehidupan modern yang penuh dengan tekanan, kecemasan, dan informasi yang terus mengalir, banyak generasi milenial mencari cara untuk menemukan keseimbangan batin dan kebahagiaan sejati. Salah satu jawaban yang kian populer adalah stoikisme—sebuah aliran filsafat kuno yang menekankan pengendalian diri, penerimaan, dan fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan. Di antara tokoh-tokoh besar stoik, Lucius Annaeus Seneca, seorang filsuf Romawi, memberikan pelajaran-pelajaran abadi yang relevan bagi kehidupan generasi milenial saat ini.
Seneca: Filsuf Stoik yang Abadi
Seneca hidup pada abad pertama Masehi dan dikenal sebagai penasihat bagi Kaisar Nero serta penulis karya-karya filosofis yang mendalam, seperti Letters to Lucilius dan De Brevitate Vitae. Meskipun hidupnya diliputi intrik politik dan pergolakan kekuasaan, Seneca selalu berpegang pada prinsip-prinsip stoikisme. Baginya, kebijaksanaan sejati terletak pada kemampuan mengendalikan pikiran dan emosi, serta menjalani hidup dengan kesederhanaan dan rasa syukur.
Ajaran Seneca mengajarkan bahwa hidup yang bermakna tidak bergantung pada pencapaian materi atau status sosial, melainkan pada cara kita menyikapi dan memaknai setiap pengalaman. Pesan-pesan ini sangat relevan bagi generasi milenial yang kerap terjebak dalam budaya konsumtif dan tekanan media sosial.
Mengapa Stoikisme Relevan untuk Milenial?
Generasi milenial tumbuh dalam era digital di mana segala sesuatu bergerak cepat dan informasi datang dari segala arah. Di sisi lain, mereka juga menghadapi berbagai tantangan seperti persaingan di dunia kerja, tekanan sosial, dan kecemasan mengenai masa depan. Dalam situasi seperti ini, stoikisme menawarkan cara pandang yang berbeda—bahwa kebahagiaan dan ketenangan tidak berasal dari hal-hal eksternal, tetapi dari bagaimana kita mengendalikan reaksi kita terhadap dunia yang terus berubah.
Menurut data dari Pew Research Center (2023), sekitar 70% milenial mengaku merasa tertekan oleh informasi dan ekspektasi yang berlebihan di media sosial. Di sinilah ajaran Seneca menjadi sangat relevan: ia mengingatkan bahwa yang penting adalah mengelola cara kita memandang peristiwa, bukan peristiwa itu sendiri. Dengan mengadopsi prinsip stoik, generasi milenial bisa lebih fokus pada pengembangan diri, meningkatkan resilien, dan mencapai keseimbangan batin.