Seneca, Kaisar Nero, dan Stoicisme: Kisah Filsuf di Tengah Intrik Kekuasaan Romawi

Seneca Filsuf Stoicisme
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Di tengah intrik politik dan kekuasaan yang saling bersaing di era Romawi, muncul seorang filsuf yang keberaniannya dalam berpikir dan ketenangannya dalam menghadapi badai politik tetap menjadi legenda. Lucius Annaeus Seneca, yang lebih dikenal sebagai Seneca, adalah sosok yang tidak hanya memiliki pengaruh dalam ranah filsafat, tetapi juga dalam kancah kekuasaan sebagai penasihat Kaisar Nero. Kisah hidup Seneca, yang dihiasi oleh intrik kekuasaan dan pergolakan emosi, memberikan pelajaran mendalam mengenai stoikisme—sebuah ajaran yang menekankan kebijaksanaan, pengendalian diri, dan penerimaan terhadap takdir.

Lawan Egomu Sendiri: Pesan Seneca Agar Tak Berhenti Bertumbuh

Kehidupan di Tengah Intrik Politik

Seneca lahir sekitar tahun 4 SM di Corduba, wilayah yang kini dikenal sebagai Córdoba, Spanyol. Ia tumbuh dan menempuh pendidikan di Roma, yang kala itu merupakan pusat peradaban dan kekuasaan dunia. Dengan kecerdasannya dalam retorika dan filsafat, Seneca segera dikenal di kalangan elit Romawi. Ia kemudian diangkat sebagai penasihat kepada Kaisar Nero, salah satu kaisar paling kontroversial dalam sejarah Romawi. Masa pemerintah Nero dikenal dengan intrik politik, skandal, dan kekacauan yang meresap di setiap lapisan masyarakat Romawi.

Seneca: Jangan Jadi Budak Kekayaan, Biarlah Uang yang Mengabdi Kepadamu

Meskipun berada di pusat kekuasaan, Seneca tidak membiarkan diri terperangkap oleh ambisi dan intrik politik. Ia tetap setia pada prinsip-prinsip stoikisme, yang mengajarkannya untuk mengendalikan emosi dan fokus pada kebajikan sebagai jalan menuju kehidupan yang bermakna. Dalam surat-suratnya yang terkenal, Letters to Lucilius, Seneca menekankan bahwa kekuasaan sejati terletak pada kemampuan untuk mengendalikan diri, bukan pada kekuasaan eksternal.

Stoikisme: Filosofi Hidup yang Abadi

Seneca: Pilihlah Sosok Panutan Sebagai Jangkar Hidupmu

Stoikisme merupakan aliran filsafat yang mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari pengendalian diri dan penerimaan terhadap hal-hal yang berada di luar kendali kita. Dalam konteks Seneca, stoikisme tidak hanya sebagai landasan filosofis, tetapi juga sebagai pedoman praktis dalam menghadapi tekanan dan konflik di dunia politik. Ia mengajarkan bahwa, meskipun lingkungan di sekitar kita mungkin penuh kekacauan, kita memiliki kendali penuh atas pikiran dan reaksi kita sendiri.

Salah satu konsep penting yang diajarkan oleh Seneca adalah membedakan antara hal-hal yang berada di bawah kendali kita dan yang tidak. Dalam dunia yang penuh intrik, di mana kekuasaan dan ambisi seringkali mengaburkan penilaian, ajaran ini menjadi sangat relevan. Seneca mengingatkan bahwa, “Bukan karena kita kekurangan waktu, tetapi karena kita menyia-nyiakannya,” dan bahwa kebahagiaan terletak pada bagaimana kita mengisi waktu itu dengan hal-hal yang bermakna—bukan pada pencapaian materi atau kekuasaan yang semu.

Halaman Selanjutnya
img_title