Inilah Persamaan dan Perbedaan Kaum Sofis Era Yunani dan Sofis Era Modern, yang Wajib Diketahui
- Image Creator Grok/Handoko
Malang, WISATA - Di tengah arus informasi yang semakin deras di era digital, retorika dan seni persuasi kembali menjadi sorotan dalam dunia politik dan komunikasi. Sejak zaman Yunani Kuno, kaum sofis telah dikenal sebagai para ahli retorika yang mengajarkan seni debat dan persuasi, mengubah cara pandang masyarakat tentang kebenaran dan kekuasaan. Namun, di era modern, kita juga menyaksikan munculnya apa yang sering disebut "sofisme modern" dalam berbagai bentuk, mulai dari kampanye politik hingga strategi pemasaran digital. Artikel ini mengupas secara mendalam persamaan dan perbedaan antara kaum sofis di era Yunani dan sofis di era modern, serta implikasinya bagi demokrasi dan komunikasi kontemporer.
Asal Usul Kaum Sofis di Yunani Kuno
Pada abad ke-5 SM, Athena menjadi pusat peradaban yang berkembang pesat dengan sistem demokrasi langsung. Di tengah dinamika politik tersebut, muncul sekelompok guru retorika yang dikenal sebagai kaum sofis. Mereka mengajarkan seni berbicara, debat, dan persuasi kepada warga negara, khususnya kepada para pemuda yang bercita-cita terjun ke dunia politik, hukum, dan militer.
Salah satu tokoh terkemuka adalah Protagoras, yang terkenal dengan pernyataannya, "Manusia adalah ukuran segala sesuatu." Ungkapan ini mencerminkan pandangan bahwa kebenaran bersifat relatif dan tidak ada standar universal yang mengikat semua orang. Konsep ini membuka ruang bagi interpretasi yang berbeda, memungkinkan para sofis untuk menyusun argumen yang dapat disesuaikan dengan konteks audiens.
Selain Protagoras, Gorgias dikenal karena kemampuannya menguasai seni retorika dan mengajarkan bahwa bahasa memiliki kekuatan untuk membentuk realitas. Sementara itu, Hippias menekankan pentingnya pengetahuan yang luas dalam membangun kredibilitas, sehingga seorang orator tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga memiliki otoritas atas topik yang dibahas.
Meskipun kontribusi mereka besar, kaum sofis tidak lepas dari kritik. Filsuf seperti Socrates dan Plato menentang pendekatan mereka yang dianggap hanya mengutamakan kemenangan dalam debat daripada pencarian kebenaran yang sejati. Plato, misalnya, dalam dialognya "Gorgias" menggambarkan sofisme sebagai seni manipulasi yang bisa menyesatkan masyarakat dengan retorika kosong.
Sofisme di Era Modern: Adaptasi dan Transformasi