Tantangan dan Peluang dalam Pengembangan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan
- Kemenko Perekonomian
Jakarta, WISATA – Perubahan iklim yang semakin nyata memaksa berbagai sektor industri untuk mencari solusi berkelanjutan guna mengurangi emisi karbon dioksida (CO2). Salah satu solusi utama yang kini semakin diakui adalah Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF). Sebagai negara dengan industri penerbangan yang berkembang pesat, Indonesia berkomitmen untuk memimpin pengembangan dan penggunaan SAF guna mencapai target netralitas karbon pada tahun 2050.
SAF: Kunci Masa Depan Penerbangan Internasional
Dalam beberapa tahun terakhir, SAF telah menjadi topik utama dalam diskusi global tentang masa depan penerbangan. SAF diproduksi dari bahan baku yang dapat diperbarui, seperti limbah organik dan tanaman, yang membuatnya lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil konvensional. Dengan potensi pengurangan emisi hingga 80%, SAF dianggap sebagai solusi yang paling realistis untuk membantu industri penerbangan mencapai target pengurangan emisi global.
Di tingkat internasional, SAF telah mendapatkan dukungan luas dari berbagai negara dan organisasi, termasuk International Civil Aviation Organization (ICAO). Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera, menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan SAF di Asia.
"Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan pasar penerbangan yang besar. Ini memberikan kita peluang unik untuk memimpin dalam pengembangan dan penerapan SAF di kawasan Asia Pasifik," ujar Deputi Dida dalam presentasinya di acara “2024 ICAO APAC Regional Seminar on Environment” di Bangkok, Thailand.
Peluang Pengembangan SAF di Indonesia
Sebagai negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki akses yang luas terhadap bahan baku yang diperlukan untuk produksi SAF. Pada tahun 2023, Indonesia memproduksi sekitar 3,9 juta ton used cooking oil (UCO), yang merupakan salah satu bahan baku utama dalam produksi SAF. Selain itu, Indonesia juga berencana memproduksi 238 juta liter SAF per tahun pada tahun 2026, yang akan menjadikan negara ini sebagai salah satu produsen SAF terbesar di dunia.