Tantangan dan Peluang dalam Pengembangan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan
- Kemenko Perekonomian
Uji Coba dan Implementasi SAF di Indonesia
Indonesia telah melakukan sejumlah uji coba SAF dalam beberapa tahun terakhir dengan hasil yang sangat positif. Salah satu uji coba terbaru dilakukan pada tahun 2023 menggunakan pesawat Garuda Boeing 737-800, yang menunjukkan bahwa SAF memiliki kinerja yang setara dengan bahan bakar fosil konvensional. Ini memberikan harapan besar bagi implementasi luas SAF dalam penerbangan komersial di masa depan.
Selain itu, Indonesia juga sedang mengeksplorasi penggunaan Palm Kernel Expeller (PKE) sebagai bahan baku SAF. PKE, yang merupakan produk sampingan dari proses produksi minyak kelapa sawit, memiliki potensi besar untuk diubah menjadi bioethanol, yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan baku SAF. Dengan produksi PKE yang mencapai 6 juta ton per tahun, Deputi Dida mengusulkan agar PKE dimasukkan ke dalam daftar bahan baku SAF yang diakui oleh CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation).
"Penggunaan PKE sebagai bahan baku SAF tidak hanya akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, tetapi juga berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca," ujarnya.
Mewujudkan Visi Indonesia Menuju Netralitas Karbon
Seminar ICAO di Bangkok menjadi ajang bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya dalam pengembangan SAF dan upaya mencapai netralitas karbon pada tahun 2050. Dengan dukungan penuh dari pemerintah, industri, dan komunitas internasional, Deputi Dida optimis bahwa Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam pengembangan dan penerapan SAF di kawasan Asia.
"Kita memiliki semua yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini: sumber daya, pasar, dan komitmen. Sekarang adalah waktunya untuk bertindak dan mewujudkan visi Indonesia menuju masa depan penerbangan yang lebih hijau dan berkelanjutan," tutup Deputi Dida.