Massimo Pigliucci Jelaskan Pentingnya Merenung tentang Kematian: Jalan Menuju Hidup yang Bermakna
- Cuplikan layar
Malang, WISATA – Filsafat Stoik telah menjadi panduan hidup yang semakin relevan di tengah kekacauan dunia modern. Salah satu tokoh kontemporer yang menghidupkan kembali ajaran Stoik adalah Massimo Pigliucci, profesor filsafat di City College of New York. Dalam berbagai wawancara dan tulisannya, Pigliucci menekankan satu aspek penting dari Stoisisme yang kerap diabaikan: merenung tentang kematian.
Merenung tentang kematian—yang dalam istilah Latin disebut memento mori—bukanlah sesuatu yang suram atau menyeramkan. Justru sebaliknya, menurut Pigliucci, kesadaran akan kefanaan hidup adalah kunci untuk menjalani hidup dengan penuh makna, keberanian, dan kejernihan batin.
Kematian sebagai Pengingat untuk Hidup
“Ketika kita mengingat bahwa kita akan mati, kita akan lebih menghargai setiap detik kehidupan,” ujar Pigliucci dalam salah satu ceramah daringnya. Ia mengutip Epictetus, filsuf Stoik Romawi, yang menyatakan bahwa kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, melainkan dihadapi dengan kesadaran dan keberanian.
Pigliucci menjelaskan bahwa banyak orang menghindari pembicaraan tentang kematian, seolah-olah hal itu tabu. Padahal, justru dengan menolak kenyataan bahwa hidup itu terbatas, kita menjadi lengah terhadap nilai waktu dan kehilangan kesempatan untuk hidup sepenuhnya.
Stoisisme dan Memento Mori
Dalam tradisi Stoik, merenung tentang kematian adalah praktik harian. Marcus Aurelius, dalam Meditations, berulang kali menulis tentang kefanaan. Begitu pula Seneca, yang menyarankan agar manusia senantiasa bersiap seolah-olah hari ini adalah hari terakhirnya.