Mengenal Epictetus, Filsuf Budak yang Menjadi Guru Para Kaisar
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA - Dalam sejarah panjang filsafat dunia, nama Epictetus mungkin tak sepopuler Socrates atau Plato di kalangan umum. Namun, bagi mereka yang mendalami Stoikisme—filsafat yang mengajarkan ketenangan batin dan pengendalian diri—Epictetus adalah sosok sentral yang ajarannya melampaui zaman. Yang menarik, Epictetus bukan berasal dari keluarga bangsawan, bukan pula murid akademi elite. Ia adalah seorang budak. Namun dari perbudakan itulah, lahir pemikiran-pemikiran yang membentuk arah hidup para pemimpin besar, termasuk kaisar terkenal Romawi, Marcus Aurelius.
Lahir sebagai Budak, Meninggal sebagai Guru
Epictetus lahir sekitar tahun 55 Masehi di Hierapolis, wilayah yang kini menjadi bagian dari Turki. Sejak kecil, ia dijual sebagai budak dan hidup dalam kekuasaan Epaphroditus, seorang pembebas budak yang dekat dengan istana kaisar Nero. Selama menjadi budak, Epictetus menunjukkan kecerdasan luar biasa dan ketertarikan mendalam pada filsafat.
Meskipun kakinya pincang akibat siksaan yang diterima saat masih diperbudak, hal itu tidak mematahkan semangatnya untuk belajar. Ia diperbolehkan belajar filsafat dari Musonius Rufus, salah satu filsuf Stoik paling terkemuka di masanya.
Ketika akhirnya dimerdekakan, Epictetus memilih hidup sederhana dan menjauh dari kekuasaan serta harta duniawi. Ia pindah ke Nikopolis, Yunani, dan mendirikan sekolah filsafat yang mengajarkan prinsip-prinsip Stoik. Dari tempat inilah, ia memengaruhi generasi demi generasi, termasuk Marcus Aurelius yang membaca ajarannya dengan penuh hormat.
Ajaran Stoik dari Pengalaman Nyata
Berbeda dari banyak filsuf yang menulis buku sendiri, Epictetus tidak meninggalkan karya tulis. Beruntung, muridnya yang bernama Arrian mencatat ajaran-ajarannya dalam bentuk “Discourses” dan “Enchiridion” (buku kecil pegangan). Di dalamnya, kita bisa melihat betapa mendalam pandangan hidup Epictetus.