Voluntary Discomfort: Mengapa Tim Ferriss Memilih Ketidaknyamanan untuk Tumbuh
- Cuplikan layar
Malang, WISATA – Dalam dunia modern yang serba nyaman dan serba instan, siapa yang rela memilih ketidaknyamanan secara sengaja? Jawabannya adalah Tim Ferriss. Penulis buku laris The 4-Hour Workweek dan Tools of Titans ini dikenal bukan hanya sebagai pengusaha dan podcaster sukses, tapi juga seorang pemikir modern yang berani keluar dari zona nyaman—secara harfiah.
Ferriss percaya bahwa kenyamanan yang berlebihan bisa menjadi musuh terbesar dalam pertumbuhan pribadi dan kesuksesan. Maka dari itu, ia secara sadar menjalani praktik voluntary discomfort, atau dalam bahasa sederhananya: memilih untuk tidak nyaman demi menjadi pribadi yang lebih kuat, tangguh, dan siap menghadapi tantangan.
Apa Itu Voluntary Discomfort?
Konsep voluntary discomfort berasal dari ajaran filsafat Stoikisme, aliran kuno dari Yunani yang mengajarkan ketenangan dan kekuatan batin dalam menghadapi penderitaan. Para filsuf Stoik seperti Seneca dan Epictetus sering menekankan pentingnya membiasakan diri dengan rasa sakit, kelaparan, dingin, atau ketidakpastian agar manusia tidak menjadi budak kenyamanan.
Ferriss menerjemahkan prinsip ini dalam berbagai bentuk latihan harian. Ia sengaja menjalani hari-hari dengan kondisi yang tidak ideal: mandi air dingin, tidur di lantai, berjalan tanpa alas kaki, berpuasa, hingga tidak menggunakan teknologi selama periode tertentu. Semua ini bukan bentuk hukuman pada diri sendiri, melainkan latihan untuk membangun ketahanan mental.
Kenapa Tim Ferriss Memilih Hidup Tidak Nyaman?
Dalam banyak kesempatan, Ferriss menjelaskan bahwa hidup modern penuh dengan kenyamanan palsu. Segala sesuatu bisa diakses dengan satu klik, makanan datang dalam hitungan menit, dan kita hampir tidak pernah kehabisan hiburan. Namun justru karena terlalu nyaman, kita menjadi lemah dalam menghadapi kesulitan nyata.