Epictetus: Rahasia Bahagia Bukan pada Kekayaan, Tapi pada Cara Pandang
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA - Dalam hiruk-pikuk dunia modern yang diwarnai oleh tuntutan materi, persaingan karier, dan gaya hidup konsumtif, kebahagiaan sering kali disamakan dengan keberlimpahan harta. Semakin banyak yang dimiliki, semakin tinggi pula ukuran kebahagiaan seseorang. Namun, seorang filsuf Stoik dari abad pertama, Epictetus, menawarkan pandangan yang sangat berbeda. Menurutnya, kebahagiaan sejati tidak ditentukan oleh seberapa kaya seseorang, tetapi oleh bagaimana ia memandang hidup.
Epictetus bukanlah seorang bangsawan atau akademisi sejak awal. Ia dilahirkan sebagai budak di Hierapolis, wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Turki. Dalam keterbatasan fisik dan sosial, ia menemukan kekayaan sejati dalam bentuk kebebasan berpikir dan ketenangan batin. Filosofi Stoik yang ia ajarkan menekankan satu hal penting: kebahagiaan adalah hasil dari pengendalian diri dan cara pandang yang sehat terhadap kehidupan.
"Bukan keadaan yang membuat kita menderita, melainkan pandangan kita tentang keadaan itu." – Epictetus
Kekayaan Tidak Menjamin Kebahagiaan
Bagi Epictetus, kekayaan hanyalah alat, bukan tujuan. Ia tidak menolak kekayaan, tetapi menganggapnya sebagai sesuatu yang netral. Kekayaan bisa membantu, tetapi juga bisa memperbudak, tergantung pada cara kita menyikapinya.
Kebahagiaan yang bergantung pada harta sangat rapuh. Apa yang dimiliki hari ini bisa hilang esok hari. Jika seseorang mengukur kebahagiaannya berdasarkan rekening bank atau jumlah properti, maka ia akan selalu dihantui oleh rasa takut kehilangan dan rasa tidak pernah cukup.
Filsuf ini mengajarkan bahwa orang yang mampu merasa cukup dengan apa yang dimiliki adalah orang yang benar-benar kaya. Rasa cukup tidak datang dari akumulasi, melainkan dari kemampuan untuk menikmati yang sederhana dan tidak tergantung pada hal-hal di luar kendali.