Etika Aristoteles: Jalan Menuju Kebahagiaan Sejati yang Relevan Sepanjang Zaman
- Handoko/Istimewa
Jakarta, WISATA — Di dunia yang makin sibuk dan serba cepat, manusia modern sering kali kehilangan arah dalam mengejar kebahagiaan. Banyak yang menyamakannya dengan kekayaan, popularitas, atau pencapaian materi. Namun, lebih dari dua ribu tahun yang lalu, Aristoteles—seorang filsuf besar Yunani—telah menawarkan pandangan mendalam tentang kebahagiaan sejati (eudaimonia) yang kini kembali relevan sebagai penawar keresahan zaman.
Dalam karyanya yang paling terkenal di bidang etika, Nicomachean Ethics (Etika Nikomachea), Aristoteles tidak hanya membahas soal benar dan salah, tetapi lebih jauh menyelami tujuan hidup manusia, dan bagaimana kita seharusnya menjalani hidup yang bermakna dan bermoral.
Apa Itu Eudaimonia?
Bagi Aristoteles, kebahagiaan sejati tidak sama dengan kesenangan atau kenikmatan sesaat. Ia menggunakan istilah “eudaimonia”, yang berarti hidup baik atau kebermaknaan hidup secara utuh. Kebahagiaan sejati, menurutnya, adalah hasil dari menjalani hidup sesuai dengan kebajikan dan akal budi manusia.
Eudaimonia adalah tujuan akhir dari segala tindakan manusia. Semua orang ingin bahagia, tetapi kebahagiaan yang dimaksud Aristoteles hanya bisa diraih melalui praktik kebajikan yang konsisten sepanjang hidup.
Etika Kebajikan: Inti Pemikiran Moral Aristoteles
Aristoteles tidak merumuskan etika dalam bentuk aturan-aturan mutlak seperti “jangan membunuh” atau “jangan mencuri”. Sebaliknya, ia menawarkan pendekatan etika kebajikan (virtue ethics), yakni pembentukan karakter dan kebiasaan baik dalam diri seseorang.