Saat Orang Tua Tak Lagi Kuat: Apa yang Mereka Harapkan dari Anak-anaknya?
- Image Creator Grok/Handoko
Malang, WISATA — Seiring bertambahnya usia, orang tua menghadapi kenyataan bahwa tubuh mereka tidak lagi sekuat dulu. Aktivitas yang dulunya mudah dilakukan kini terasa berat. Rambut memutih, pendengaran melemah, penglihatan mulai kabur, dan penyakit kronis perlahan datang satu per satu. Dalam masa ini, bukan hanya fisik yang melemah, tetapi juga mental dan emosional mereka. Mereka tidak selalu mengungkapkan isi hati, tetapi di dalam diam, tersimpan harapan yang besar terhadap anak-anaknya.
Dalam dunia yang semakin sibuk dan individualistis, banyak orang tua merasa terpinggirkan, bahkan dilupakan. Padahal, pada masa inilah mereka sangat membutuhkan kehadiran dan perhatian dari keluarga, terutama anak-anak yang telah mereka besarkan dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan.
Psikologi Masa Tua: Saat Kesepian dan Ketakutan Menjadi Nyata
Dari sudut pandang psikologi, masa tua adalah fase krusial dalam perkembangan kehidupan manusia. Erik Erikson, seorang psikolog terkenal, menyebut masa lansia sebagai fase "integritas versus keputusasaan." Pada tahap ini, seseorang mulai meninjau kembali kehidupannya. Jika ia merasa hidupnya bermakna dan dihargai, ia akan mencapai kedamaian batin. Sebaliknya, jika merasa diabaikan dan tak lagi berguna, ia bisa terjerumus dalam kesepian dan depresi.
Banyak lansia mulai merasakan kekosongan ketika peran mereka di dalam keluarga mulai tergeser. Mereka yang dulu menjadi pencari nafkah utama, pengambil keputusan, dan pelindung keluarga, kini hanya menjadi pengamat pasif dari sudut ruangan. Ketika komunikasi dengan anak-anak memburuk, atau bahkan jarang terjadi, rasa keterasingan semakin menebal. Dalam kondisi ini, harapan terbesar mereka sesungguhnya sangat sederhana: ditemani, didengarkan, dan diperlakukan dengan hormat.
Filsafat dan Budaya: Menjaga Martabat Orang Tua Adalah Kewajiban Moral
Dalam berbagai tradisi filsafat, terutama dalam budaya Timur, menghormati orang tua bukan hanya etika sosial, tetapi bagian dari integritas moral manusia. Filsafat Konfusianisme menekankan "xiao" (filial piety), yakni bakti kepada orang tua sebagai dasar dari tatanan masyarakat. Di Indonesia sendiri, nilai-nilai budaya seperti pepatah Jawa "mikul dhuwur mendhem jero" mengajarkan kita untuk mengangkat derajat orang tua setinggi mungkin dan menyembunyikan kekurangannya sedalam-dalamnya.