Ketika Orang Tua Merasa Sendiri dan Tak Berguna, Inilah Tugas Kita sebagai Anak
- Image Creator Grok/Handoko
Malang, WISATA — Dalam kesunyian yang perlahan menyelimuti hari-hari senja mereka, banyak orang tua merasakan hal yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya: perasaan sepi, tidak dibutuhkan, dan tidak berguna. Setelah seumur hidup mencurahkan cinta dan tenaga untuk keluarga, kini mereka dihadapkan pada hari-hari yang sunyi, di mana satu-satunya suara yang mereka tunggu hanyalah kabar dari anak-anaknya.
Perasaan itu tidak selalu terucap. Mereka tetap tersenyum, menyembunyikan luka batin yang tak mudah ditebak. Namun, bagi mereka yang peka, sorot mata orang tua tak bisa berdusta—ada kerinduan yang dalam, ada harapan yang diam-diam tumbuh, dan ada kegelisahan yang kian hari kian berat.
Psikologi Masa Tua: Bukan Lemah, Tapi Sangat Rentan
Dalam psikologi perkembangan, masa lanjut usia adalah fase yang penuh tantangan. Menurut Erik Erikson, manusia di masa tua akan berjuang antara “integritas” dan “keputusasaan.” Mereka yang merasa hidupnya bermakna akan memasuki fase tua dengan damai. Namun yang merasa tidak dihargai, atau merasa tak lagi berguna, berisiko tenggelam dalam perasaan hampa dan frustrasi.
Faktor lain seperti kesepian kronis (loneliness) juga berkontribusi pada kerentanan mental lansia. Studi dari Harvard menunjukkan bahwa lansia yang hidup sendiri dan jarang berinteraksi dengan keluarga memiliki risiko tinggi terkena depresi, gangguan kecemasan, bahkan penurunan fungsi kognitif.
Perasaan tidak berguna sering kali muncul ketika peran mereka di keluarga tak lagi dianggap penting. Bahkan, dalam beberapa keluarga, keputusan besar tak lagi melibatkan mereka, seolah-olah mereka hanya menjadi penghuni rumah, bukan pemilik cinta yang dulu membesarkan anak-anak mereka.
Filsafat dan Kehormatan yang Terlupakan