Menjadi Pemimpin yang Bijak: Inspirasi dari Marcus Aurelius
- Image Creator bing/Handoko
Marcus memahami bahwa menjadi kaisar bukanlah soal kekuasaan, tetapi soal tanggung jawab. Dalam Meditations, ia mengingatkan dirinya agar tidak larut dalam pujian atau kekuasaan. Ia lebih memilih menjadi pelayan rakyatnya, bukan penguasa yang arogan.
Pemimpin sejati bukanlah yang minta dilayani, tetapi yang melayani. Dalam konteks modern, ini berarti menjadi pemimpin yang rendah hati, terbuka pada kritik, dan fokus pada kepentingan bersama.
3. Bijak dalam Menghadapi Perbedaan
Marcus menulis, “Be tolerant with others and strict with yourself.” Sebuah pesan sederhana namun dalam maknanya: sebagai pemimpin, kita harus penuh pengertian terhadap orang lain, tetapi disiplin terhadap diri sendiri.
Di era yang penuh perbedaan pandangan dan budaya, toleransi adalah kualitas yang sangat penting. Pemimpin bijak tahu bagaimana mendengar, memahami, dan menyatukan beragam suara demi tujuan bersama.
4. Fokus pada Apa yang Bisa Dikendalikan
Salah satu ajaran Stoik paling terkenal adalah membedakan antara hal-hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak. Marcus menulis, “You have power over your mind — not outside events. Realize this, and you will find strength.”