Albert Camus: “Kebutuhan untuk Selalu Benar adalah Tanda Pikiran yang Dangkal”
- Cuplikan layar
"The need to be right – the sign of a vulgar mind."
— Albert Camus
Jakarta, WISATA - Pernyataan ini mungkin terdengar tajam dan menyentil. Namun di balik kalimat pendek itu, Albert Camus — filsuf eksistensialis asal Prancis — menyampaikan kritik mendalam terhadap kecenderungan manusia untuk selalu ingin terlihat benar. Bukan karena ia meremehkan kebenaran, tetapi karena ia menyoroti bagaimana “kebutuhan untuk selalu benar” sering kali justru mengindikasikan ketidakmatangan berpikir dan ketakutan untuk belajar.
Dalam dunia yang penuh debat dan adu opini seperti sekarang, Camus seolah sedang berbicara langsung kepada kita semua: bahwa obsesi untuk selalu menang argumen, membuktikan diri benar, atau memaksakan pendapat bukanlah tanda kecerdasan, melainkan refleksi dari ketidaksiapan menerima bahwa kita semua bisa salah.
Budaya Selalu Ingin Benar: Gejala Umum di Era Digital
Di era media sosial, setiap orang bisa menjadi komentator, analis, bahkan 'pakar' dalam segala bidang. Ironisnya, semakin mudah seseorang menyuarakan pendapat, semakin kuat pula dorongan untuk membela kebenaran pribadi — sering kali tanpa refleksi atau kerendahan hati.
Fenomena ini terlihat dari komentar-komentar panas di media sosial, perang opini di forum daring, hingga debat politik yang lebih banyak diwarnai ego ketimbang substansi.
Bagi Camus, sikap seperti ini bukanlah bukti pikiran yang mendalam. Justru sebaliknya — itu adalah tanda dari pikiran vulgar, dangkal, dan kaku. Pikiran yang tidak terbuka terhadap perbedaan, tidak ingin belajar, dan takut mengakui kesalahan.