Albert Camus: “When the Soul Suffers Too Much, It Develops a Taste for Misfortune”

Albert Camus
Sumber :
  • Cuplikan layar

"Aku memberontak, maka aku ada," tulis Camus dalam The Rebel. Artinya, dalam penderitaan, manusia bisa menemukan kekuatan untuk melawan — bukan melawan takdir, tetapi melawan keputusasaan. Memilih untuk tetap manusia, tetap mencinta, tetap berharap, bahkan ketika semuanya tampak sia-sia.

Thus Spoke Zarathustra: Panduan Menjadi Manusia Unggul di Era Modern

Bagaimana Menyembuhkan Jiwa yang Terluka?

Pertanyaan besar yang muncul adalah: apakah jiwa yang telah mengembangkan selera terhadap kemalangan bisa sembuh? Jawabannya: bisa. Tapi butuh waktu, keberanian, dan terutama kesadaran. Menyembuhkan luka batin tidak berarti melupakan rasa sakit, tetapi belajar untuk tidak lagi melekat pada rasa sakit itu.

Thus Spoke Zarathustra: Buku yang Mengguncang Dunia Filsafat Modern

Langkah pertama adalah mengenali pola tersebut. Mengapa kita selalu kembali pada hubungan yang menyakitkan? Mengapa kita merasa tidak pantas bahagia? Mengapa kita merasa bersalah ketika hidup terasa tenang?

Setelah itu, kita bisa perlahan membentuk kebiasaan baru. Belajar menerima cinta tanpa rasa curiga. Belajar percaya bahwa hidup juga bisa memberi kehangatan. Belajar membiarkan diri sendiri bahagia — meskipun sesekali masih diselimuti keraguan.

Mengungkap Filosofi Übermensch: Konsep Manusia Unggul dalam Pemikiran Nietzsche

Camus dan Harapan yang Keras Kepala

Meski banyak yang menganggap pemikiran Camus pesimistis, sesungguhnya ia adalah seorang optimis yang keras kepala. Ia percaya bahwa manusia bisa dan harus terus berjuang, meski dunia tidak memberi jaminan apa pun. Dalam penderitaan yang terus-menerus, manusia bisa memilih untuk tidak tunduk. Ia bisa memilih untuk bertahan — bahkan tersenyum di tengah kesakitan.

Halaman Selanjutnya
img_title