Kekasih Sejati Adalah Tuhan: Apa yang Rumi Ajarkan tentang Cinta Abadi?
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Jalaluddin Rumi, seorang sufi besar asal Persia, dikenal dengan ajaran dan puisinya yang mendalam tentang cinta. Salah satu kutipan terkenalnya, "Kekasih adalah segalanya, pecinta hanya sebuah tabir. Kekasih hidup abadi, pecinta hanyalah benda mati," mengungkapkan pandangannya yang sangat filosofis mengenai cinta. Bagi Rumi, cinta sejati bukanlah tentang hubungan duniawi atau sekadar objek yang kita cintai, tetapi tentang Tuhan, Sang Kekasih Abadi yang menjadi sumber dari semua cinta.
Kutipan ini mengajak kita untuk melihat cinta dari perspektif spiritual, di mana Tuhan adalah satu-satunya kekasih sejati yang abadi, sementara kita, sebagai pecinta, hanyalah perantara atau jalan untuk merasakan cinta-Nya. Pesan ini, meskipun berasal dari zaman yang sangat berbeda, tetap relevan di era modern ini, di mana cinta sering kali dipahami dalam konteks yang lebih sempit—seperti hubungan antara manusia atau keinginan duniawi.
Cinta Sejati: Bukan Hanya Tentang Hubungan Antara Manusia
Di dunia yang penuh dengan pencarian kebahagiaan material dan kesenangan duniawi, Rumi mengingatkan kita untuk tidak terjebak dalam bentuk cinta yang sementara. Cinta manusia memang indah dan memberi warna dalam hidup, tetapi sejatinya, cinta yang lebih tinggi dan abadi adalah cinta kepada Tuhan. Dalam dunia modern yang serba cepat ini, banyak orang merasa bahwa hubungan asmara adalah pusat kebahagiaan mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mungkin menemukan bahwa kebahagiaan yang dicari dalam hubungan manusia sering kali bersifat sementara dan penuh tantangan.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Marriage and Family menyatakan bahwa meskipun hubungan romantis bisa memberikan kebahagiaan jangka pendek, banyak pasangan yang merasa tidak puas dalam jangka panjang. Cinta sejati, menurut Rumi, tidak ditemukan dalam relasi yang sementara, melainkan dalam kesatuan dengan Tuhan, yang abadi dan tak tergoyahkan.
Pecinta Adalah Tabir, Kekasih Adalah Tuhan
Rumi menggambarkan pecinta sebagai "tabir" atau penghalang yang menghalangi pandangan sejati kita terhadap kekasih yang abadi, yaitu Tuhan. Dalam konteks ini, tabir bisa diartikan sebagai nafsu, ego, atau keterikatan kita terhadap hal-hal duniawi yang sering kali menutupi pemahaman kita tentang cinta yang lebih tinggi. Kita, sebagai manusia, mungkin menganggap bahwa kekasih kita yang ada di dunia ini adalah sumber cinta yang sejati, padahal semua itu hanyalah perantara yang membawa kita lebih dekat kepada cinta Tuhan.