Junayd al-Baghdadi: Pemimpin Para Sufi yang Mengajarkan Diam dalam Kedalaman

Tarian Sufi (ilustrasi)
Sumber :
  • Pexels

Malang, WISATA - Di antara para pendiri tradisi tasawuf, Junayd al-Baghdadi (780–910 M) menempati posisi istimewa sebagai sosok yang memadukan kedalaman spiritual dengan keteguhan intelektual. Dikenal sebagai “Sultan Para Sufi”, Junayd mengembangkan ajaran tasawuf yang menekankan pentingnya diam (samt) dan penghayatan batin sebagai jalan menuju pencerahan. Artikel ini mengupas perjalanan hidup, pemikiran, serta relevansi warisan Junayd al-Baghdadi dalam kehidupan modern.

Cahaya Hati: 25 Kutipan dari Junayd al-Baghdadi, Pemimpin Para Sufi yang Mengajarkan Diam dalam Kedalaman

Latar Belakang dan Masa Muda

Junayd lahir di kota Bagdad pada tahun 780 M, saat Dinasti Abbasiyah mencapai puncak kejayaan intelektual. Ayahnya bermata pencaharian sebagai pedagang, namun Junayd lebih tertarik menuntut ilmu agama dan spiritualitas. Sejak remaja, ia berguru kepada sejumlah ulama dan sufi ternama, termasuk Sahl al-Tustari dan Maruf al-Karkhi. Dalam catatan para sejarawan, Junayd dikenal sebagai sosok yang tekun bermuhasabah dan mampu menahan diri dari godaan duniawi, dua karakteristik yang kelak membentuk dasar ajarannya.

Kisah Para Sufi: Rabiah, Perempuan Sufi yang Mengajarkan Bahwa Surga Tak Sepenting Cinta-Nya

Menejemen Syariat dan Hakikat

Salah satu kontribusi terbesar Junayd adalah merumuskan konsep “Syariat, Tariqat, Haqiqat, dan Ma’rifat” sebagai empat tingkatan perjalanan spiritual. Bagi Junayd, Syariat (hukum) adalah pondasi yang wajib ditaati; Tariqat (metode) adalah jalan latihan; Haqiqat (kebenaran) adalah penghayatan batin; dan Ma’rifat (pengetahuan ilahi) adalah puncak kesadaran. Ia menekankan bahwa tanpa pondasi syariat yang kuat, praktik tariqat akan sia‑sia, dan tanpa hakikat, syariat hanya berhenti pada ritual tanpa makna.

Kisah Para Sufi: Maulana Rumi dan Shams, Dua Jiwa dalam Satu Cinta kepada Sang Kekasih

Ajaran Diam dalam Kedalaman

Istilah kunci dalam ajaran Junayd adalah samt atau diam batin. Menurutnya, setelah melalui latihan zikir dan tafakur, seorang murid harus mencapai keadaan di mana setiap pikiran duniawi sirna, memberi ruang bagi cahaya ilahi masuk ke lubuk hati. Diam bukan sekadar menahan bicara, melainkan pencapaian kondisi jiwa yang bebas dari keraguan, kekhawatiran, dan hasrat dunia. Dalam keheningan itu, menurut Junayd, terletak rahasia paling dalam antara hamba dan Pencipta.

Halaman Selanjutnya
img_title