Junayd al-Baghdadi: Pemimpin Para Sufi yang Mengajarkan Diam dalam Kedalaman
- Pexels
Di zaman kini, ketika dunia dipenuhi kebisingan—baik fisik maupun digital—pesan Junayd al-Baghdadi tentang diam dalam kedalaman terasa makin mendesak. Praktik meditasi dan mindfulness yang populer di kalangan non-Muslim sejatinya memiliki akar serupa dengan ajaran samt dalam tasawuf. Para praktisi modern yang mencari ketenangan sering kali diarahkan kembali pada prinsip Junayd: jeda sejenak dari hiruk-pikuk dan hadir sepenuh hati pada momen sekarang.
Di dunia korporat maupun pendidikan, konsep keheningan untuk menenangkan pikiran dan meningkatkan fokus mulai diadopsi. Begitu pula dalam terapi psikologis, latihan pernapasan dan meditasi hati—yang dahulu dikemas dalam istilah tasawuf—membuktikan efektivitasnya dalam mengurangi stres dan kecemasan.
Tantangan dan Jalan Ke Depan
Meskipun ajaran Junayd mengagungkan ketenangan batin, tantangan terbesar bagi pengikutnya kini adalah mengintegrasikan latihan diam ke dalam rutinitas yang serba cepat. Banyak orang yang terjebak pada produk spiritual instan—seperti dialog singkat atau bacaan motivasi—tanpa menyentuh kedalaman hati. Junayd mengingatkan bahwa kedalaman spiritual memerlukan waktu, kesabaran, dan keteguhan hati.
Untuk membumikan ajaran itu, komunitas tasawuf modern disarankan membangun ruang keheningan—baik fisik (retreat, zikir bersama) maupun digital (platform meditasi online)—yang memfasilitasi pembelajaran teknik samt. Dengan demikian, warisan Junayd dapat menyentuh kehidupan nyata, bukan hanya sebagai konsep dalam buku.
Penutup
Junayd al-Baghdadi adalah tonggak penting dalam sejarah tasawuf, mengajarkan bahwa keheningan batin adalah pintu gerbang pencerahan. Melalui pengiriman syariat, tariqat, hakikat, dan ma’rifat, ia menuntun para muridnya pada pengosongan ego dan penyerahan total kepada Tuhan. Ajaran diam dalam kedalaman yang dirintisnya menjadi warisan abadi, relevan dari abad ke-9 hingga era digital saat ini.