Junayd al-Baghdadi: Pemimpin Para Sufi yang Mengajarkan Diam dalam Kedalaman
- Pexels
Karakter dan Kepribadian
Reputasi Junayd sebagai pemimpin para sufi tak lepas dari kepribadiannya yang rendah hati dan tegas. Ia dikenal tidak toleran terhadap praktik spritualitas yang berlebihan—seperti teriakan histeris atau tontonan kerohanian yang menimbulkan sensasi semata. Bagi Junayd, ketenangan dan kehati-hatian lebih mencerminkan kemurnian tasawuf. Kisah lain menyebutkan bahwa tatkala seorang murid bertanya tentang tanda-tanda maqam tinggi, Junayd hanya tersenyum dan menuntunnya kembali pada latihan diam.
Pengaruh dan Murid
Pengaruh Junayd meluas melalui murid-muridnya yang kemudian menjadi tokoh sufi besar, seperti Abu Bakr al-Shibli, Abu Thawr, dan Al-Hallaj yang muda. Masing-masing membawa corak pengajaran yang berbeda, namun akar ajaran tetap sama: puncak spiritual hanya bisa diraih melalui pengosongan batin dan penyerahan total kepada Tuhan. Beberapa pepatah Junayd yang terkenal, seperti “Siapa yang mengenal dirinya, mengenal Tuhannya”, tersebar luas dalam literatur tasawuf.
Karya dan Warisan Tertulis
Sayangnya, tidak banyak karya asli Junayd yang tersisa, karena tradisi lisan lebih dominan pada masanya. Namun, ajarannya terekam dalam kitab-kitab lanjutan, seperti karya Al-Qushayri (Risala) dan Al-Hujwiri (Kashf al-Mahjub). Melalui penuturan para penulis ini, ajaran Junayd diteruskan dan dihargai hingga ke abad pertengahan dan modern. Prinsip utama tentang keheningan sebagai pondasi kesadaran ilahi menjadi pijakan dalam hampir seluruh tarekat tasawuf klasik.
Relevansi di Era Modern