Kisah Para Sufi: Bayazid Bistami, Ketika Tuhan Didekati dengan Kepasrahan Total
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA — Dalam sejarah panjang sufisme Islam, nama Bayazid Bistami atau Abu Yazid al-Busthami mencuat sebagai salah satu sufi besar yang berani menembus batas formalitas keagamaan demi mencapai kedalaman pengalaman spiritual. Sosoknya dikenal penuh paradoks, berani, namun juga penuh cinta. Ia menapaki jalan spiritual yang tidak mudah: jalan fana—meleburkan diri ke dalam kehendak Tuhan sepenuhnya.
Bayazid lahir di Bistam, wilayah Iran saat ini, sekitar tahun 804 M. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan kecenderungan mendalam pada kehidupan spiritual. Ia tidak hanya belajar ilmu-ilmu agama, tetapi menempuh jalan tarekat, disiplin spiritual yang menuntut ketulusan, kesabaran, dan pengorbanan total terhadap ego diri.
Dalam banyak catatan sejarah, Bayazid dikenal sebagai sufi yang mengamalkan kepasrahan mutlak kepada Allah, sebuah maqam spiritual yang dalam dunia tasawuf disebut fana fi Allah—melebur dalam kehadiran Tuhan hingga tiada yang tersisa selain Dia.
Jalan Fana dan Ketidakterikatan Ego
Bayazid tidak hanya mengajarkan kepasrahan secara teori. Ia menjalaninya dengan penuh keberanian. Dalam salah satu ucapan terkenalnya, ia berkata:
“Aku adalah kebenaran (Ana al-Haqq).”
Ungkapan ini sempat mengguncang para ulama dan masyarakat. Namun, pernyataan tersebut bukanlah klaim ketuhanan, melainkan simbol bahwa diri (nafs) Bayazid telah hancur sepenuhnya, dan hanya kehendak Tuhan yang berbicara melalui dirinya.