Politik dan Sofisme: Ketika Kebenaran Dapat Dibelokkan Demi Kekuasaan

Sofisme dalam Politik Kontemporer
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Di tengah era digital dan kompleksitas informasi saat ini, dunia politik kian dipenuhi oleh retorika yang mempengaruhi opini publik. Dalam konteks ini, seni persuasi yang telah dikenal sejak zaman Yunani Kuno kembali memainkan peran penting. Konsep sofisme—yang pada awalnya dikembangkan oleh para sofis seperti Protagoras, Gorgias, dan Hippias—menjadi dasar bagi teknik retorika yang digunakan oleh politisi modern untuk mengubah persepsi dan membentuk dukungan. Artikel ini mengupas perjalanan sofisme, mulai dari akar pemikirannya di era Demokrasi Athena, hingga bagaimana teknik-teknik retoris tersebut diadaptasi dan disalahgunakan demi kekuasaan di era kontemporer.

Dampak Besar Tanpa Megawati: Kerugian Komersial dan Penurunan Interaksi Digital di KOVO dan Red Sparks

Asal Usul Sofisme: Warisan dari Demokrasi Athena

Pada abad ke-5 SM, Athena berkembang sebagai pusat demokrasi yang memungkinkan partisipasi aktif warganya. Di tengah sistem politik yang dinamis itu, muncul sekelompok guru retorika yang dikenal sebagai kaum sofis. Para sofis, seperti Protagoras, Gorgias, dan Hippias, tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan dan filsafat, melainkan juga seni berbicara yang efektif untuk mempengaruhi opini publik.

Berbicaralah agar Aku Bisa Melihat Siapa Dirimu: Menyelami Makna Filosofis dari Kutipan Socrates

Salah satu tokoh paling berpengaruh, Protagoras, dikenal dengan pernyataannya, "Manusia adalah ukuran segala sesuatu." Ungkapan ini menandakan bahwa kebenaran bersifat relatif—apa yang benar bagi satu orang belum tentu benar bagi orang lain. Pandangan ini membuka jalan bagi pemikiran bahwa argumen yang disusun dengan retorika yang kuat dapat mengalahkan fakta objektif. Meski pendekatan ini menuai kritik dari tokoh-tokoh seperti Socrates dan Plato, yang menekankan pencarian kebenaran mutlak, kontribusi kaum sofis dalam mengembangkan retorika tetap berdampak besar pada cara berkomunikasi dalam politik.

Gorgias mengembangkan gagasan bahwa bahasa tidak hanya mencerminkan realitas, melainkan juga dapat membentuknya. Dengan kata lain, melalui penggunaan bahasa yang tepat, seseorang bisa mengubah persepsi dan bahkan menciptakan kebenaran baru. Sedangkan Hippias menekankan pentingnya pengetahuan luas untuk membangun kredibilitas dalam berbicara. Dengan menggabungkan elemen ethos, pathos, dan logos, para sofis mengajarkan bahwa retorika merupakan alat yang sangat kuat untuk mempengaruhi masyarakat.

5 Hal Menarik dari Perdebatan Kaum Sofis Versus Socrates

Sofisme dan Transformasi Retorika dalam Politik Modern

Meskipun muncul lebih dari dua ribu tahun yang lalu, teknik-teknik retoris yang dikembangkan oleh kaum sofis tetap relevan hingga kini. Di era modern, politisi memanfaatkan prinsip-prinsip sofisme untuk meraih dukungan, terutama melalui strategi populis. Dalam kampanye politik, retorika populis sering kali mengedepankan kesederhanaan bahasa, emosi, dan narasi yang mudah dipahami oleh masyarakat luas.

Halaman Selanjutnya
img_title