"Brilliant Jerk: Jenius di Kantor, Tapi Nyebelin?"
- Image Creator Grok/Handoko
Sebenarnya, banyak perusahaan yang nggak punya pilihan. Mereka butuh orang-orang super cerdas ini buat ngejalanin proyek besar. Apalagi kalau bidangnya teknologi atau analisis data, di mana orang dengan skill tinggi itu langka banget.
Bos atau manajemen sering kali mikir, “Ya udah deh, yang penting kerjaannya beres.” Masalahnya, kalau satu orang bikin suasana kerja kacau, yang lain bisa kehilangan motivasi. Bahkan ada kasus di mana banyak karyawan resign gara-gara harus kerja sama si brilliant jerk ini.
Perusahaan besar seperti Netflix atau Google sebenarnya udah mulai sadar akan hal ini. Mereka lebih fokus ke budaya kerja yang sehat daripada cuma ngejar talenta luar biasa tanpa attitude.
Efek Brilliant Jerk ke Lingkungan Kerja
Bayangin, kamu kerja di sebuah tim yang seharusnya solid. Tapi ada satu orang yang selalu ngerasa paling jago dan nggak mau dengerin pendapat orang lain. Bisa jadi dia bener, tapi kalau komunikasinya buruk, malah bikin orang lain males berkontribusi.
Efek lainnya? Banyak rekan kerja yang kehilangan kepercayaan diri. Mereka jadi ragu buat kasih ide karena takut diremehkan. Dalam jangka panjang, kreativitas tim bisa mati, dan kantor malah kehilangan talenta-talenta hebat yang nggak tahan kerja dalam lingkungan toxic.
Terus, siapa yang rugi? Jelas, perusahaan juga. Karena akhirnya mereka harus terus kehilangan karyawan potensial hanya demi mempertahankan satu orang yang “hebat tapi nyebelin.”