UGM: Museum Bio-Paleoantropologi, Benang Merah Antara Teuku Jacob dan Koleksi Manusia Purba
- ugm.ac.id
Yogyakarta, WISATA – Tak ada yang berbeda, pagi hari itu, area kampus FK-KMK UGM selalu ramai dengan lalu lalang mahasiswa yang beraktivitas.
Sebagian mahasiswa baru saja tiba di kampus untuk mengikuti perkuliahan.
Sementara di pojok Selatan kampus, berdiri gedung tiga tingkat yang didominasi cat warna putih cerah.
Ada yang unik, karena di area teras depan gedung, terdapat patung manusia purba.
Gedung ini, diberi nama Gedung T Jacob, lokasi Museum Bio-Paleoantropologi.
Saat masuk ke area museum, pengunjung disambut suasana hangat lampu display yang menyorot ilustrasi perubahan bumi, dari pertama kali terbentuk, hingga saat ini.
Gambar yang dipajang berdiri tegak, seolah menuturkan kepada pengunjung, bagaimana miliaran tahun yang lalu, bumi terbentuk dari sebuah dentuman besar.
Adanya dentuman ini menghasilkan awan debu dan sekumpulan material lainnya yang melayang di kehampaan, saling bertabrakan dan membuat keterikatan.
Dan seiring waktu yang berjalan, kemudian membentuk sebuah gugus yang dikenal hari ini, sebagai bumi.
Ilmuwan menyebut, bumi awalnya berbentuk bola panas yang tidak stabil dan memiliki suhu permukaan yang tinggi.
2,5 miliar tahun yang lalu, bumi masih tidak memiliki kehidupan dan memiliki gunung berapi yang memuntahkan sejumlah material.
Namun, kondisi inilah yang kemudian menciptakan hidrosfer dan atmosfer yang menunjang kehidupan pertama di bumi.
Organisme pertama yang muncul, merupakan organisme bersel tunggal dan kemudian berevolusi menjadi multiseluler.
Dari sanalah, muncul jenis-jenis hewan dan tumbuhan dengan jaringan yang lebih kompleks.
Siklus kehidupan di bumi pun dimulai dengan munculnya hewan purba, seperti dinosaurus yang kemudian punah sekitar 65 juta tahun yang lalu.
Setelah kepunahan dinosaurus, perlu waktu lama untuk kehidupan kembali seperti semula.
- ugm.ac.id
Hal ini menjadi pertanyaan yang mengisi pajangan di sebelah kisah bumi tadi: Siapakah sebenarnya manusia? Siapakah kita?
Dinding lain di dalam Museum Bio-paleoantropologi, memajang sebuah kisah bagaimana dahulu kala seorang ilmuwan mengamati betapa burung-burung memiliki jenis paruh yang berbeda.
Dari sana, muncul pemahaman bahwa jenis paruh burung yang berbeda tersebut, menyesuaikan dengan jenis makanannya.
Hal ini tidak hanya terjadi pada burung saja, tetapi hewan-hewan lain seperti gajah dan harimau purba.
Ilmuwan tersebut, Charles Darwin yang kemudian mengusulkan teori evolusi.
Hal yang sama, diperkirakan terjadi pada manusia purba, sebelum akhirnya menjadi manusia hari ini yang dilabeli sebagai Homo sapiens, manusia yang arif.
Di salah satu sudut Museum Bio-Paleoantropologi, sebuah model tengkorak terpajang manis.
Ia diberi nama Lucy , fosil kerangka Australopithecus afarensis yang ditemukan di Ethiopia pada tahun 1974.