Hidup, Keberanian, dan Secangkir Kopi: Menelaah Makna Kutipan Albert Camus di Era Modern
- Cuplikan layar
“Should I kill myself, or have a cup of coffee? But in the end one needs more courage to live than to kill himself.” – Albert Camus
Malang, WISATA - Kalimat ini mungkin terdengar menggelitik, bahkan getir bagi sebagian orang. Sebuah pertanyaan sederhana namun menyimpan kedalaman makna eksistensial yang begitu luas. Albert Camus, seorang filsuf dan sastrawan asal Prancis, dikenal lewat karya-karya dan pemikiran eksistensialismenya yang menyentuh inti persoalan hidup manusia: absurditas, kehampaan, dan pencarian makna.
Kutipan tersebut bukan sekadar guyonan muram yang menyandingkan antara keinginan untuk mengakhiri hidup dengan minum kopi. Lebih dari itu, Camus sedang menyoroti pilihan-pilihan kecil yang kita ambil setiap hari untuk tetap bertahan. Bahwa di tengah absurditas hidup yang penuh penderitaan dan ketidakpastian, masih ada kekuatan yang bisa membuat kita memilih untuk hidup, meskipun sekadar secangkir kopi.
Hidup Itu Absurditas
Albert Camus percaya bahwa hidup tidak memiliki makna yang pasti. Ia menyebut kondisi ini sebagai “absurditas”—konflik antara pencarian manusia akan makna dan ketidakpedulian alam semesta. Ketika manusia mencari arti, alasan, dan keadilan, dunia justru membalas dengan keheningan yang sunyi.
Di sinilah pertanyaan "Apakah saya harus bunuh diri atau minum kopi?" menjadi relevan. Itu bukan pertanyaan retoris, melainkan refleksi akan kegamangan manusia saat tidak menemukan makna dalam hidup. Namun, Camus bukanlah penganjur keputusasaan. Sebaliknya, ia mengajak kita untuk menerima absurditas itu dan tetap memilih untuk hidup—sebuah bentuk pemberontakan yang paling jujur.