Kisah Para Sufi: Hasan al-Basri, Suara Keadilan Spiritual dari Dunia yang Hiruk Pikuk
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Di tengah riuhnya dunia yang dipenuhi oleh ambisi politik, perpecahan sosial, dan kerakusan kekuasaan pada masa awal peradaban Islam, muncul seorang tokoh sufi yang suaranya menggema jauh melampaui zamannya: Hasan al-Basri. Ia bukan sekadar ulama biasa, melainkan mata air hikmah yang menenangkan dahaga spiritual masyarakat yang gelisah.
Hasan al-Basri hidup di masa pasca-khulafaur rasyidin, ketika dunia Islam mulai bergeser dari nilai-nilai kesederhanaan dan keadilan menjadi arena konflik kekuasaan. Namun, di tengah perubahan itu, ia berdiri tegak sebagai penjaga suara hati, penyeru taubat, dan pelita batin yang tak pernah padam.
Anak Perbudakan yang Menjadi Guru Para Ulama
Hasan al-Basri dilahirkan di kota Madinah pada tahun 642 M (21 H). Ia merupakan anak dari budak yang dimerdekakan oleh Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad SAW. Masa kecilnya yang sederhana tidak menghalangi kemuliaan ilmu yang ia raih. Justru, dari lingkup keluarga Nabi dan para sahabat itulah ia tumbuh dengan nilai-nilai luhur.
Ia sempat menyusu kepada Ummu Salamah, dan itu membuatnya dekat secara batin dengan lingkungan Rasulullah. Tak heran jika ia tumbuh sebagai pemuda yang tekun, tajam pikirannya, dan lembut hatinya. Setelah dewasa, ia pindah ke Basrah, Irak—pusat intelektual Islam saat itu—dan di situlah namanya mulai dikenal luas.
Sufi Pertama yang Bicara tentang Keadilan Sosial
Apa yang membedakan Hasan al-Basri dari tokoh-tokoh sezamannya adalah keberaniannya berbicara tentang keadilan spiritual dan sosial secara bersamaan. Dalam setiap ceramahnya, ia tidak hanya mengajak manusia untuk bertakwa secara pribadi, tetapi juga mengingatkan para pemimpin akan tanggung jawabnya terhadap rakyat.