Socrates Filsuf Besar Yunani: "Kebijaksanaan dalam Pernikahan Muncul dari Kemampuan untuk Mendengarkan dan Memahami"
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Pernikahan bukan hanya soal menyatukan dua individu dalam ikatan hukum dan sosial, melainkan juga sebuah perjalanan spiritual dan emosional yang menuntut kebijaksanaan. Socrates, filsuf besar Yunani yang dikenal karena pendekatan dialektisnya dalam pencarian kebenaran, memberikan pandangan yang mendalam tentang relasi manusia, termasuk pernikahan. Baginya, kebijaksanaan dalam pernikahan tidak terletak pada dominasi satu pihak, tetapi pada keterampilan mendengarkan dan memahami.
Dialog sebagai Fondasi Hubungan
Sebagai seorang filsuf yang mengandalkan dialog untuk menggali kebenaran, Socrates percaya bahwa komunikasi adalah inti dari semua hubungan, terutama pernikahan. Mendengarkan bukan sekadar menunggu giliran bicara, tetapi kesediaan untuk hadir sepenuhnya pada pengalaman dan pandangan pasangan. Melalui pemahaman yang jujur dan mendalam, konflik bisa didekati bukan dengan emosi, tetapi dengan kebijaksanaan.
Memahami Bukan Hanya Menyetujui
Socrates mengajarkan bahwa memahami bukan berarti selalu setuju. Dalam konteks pernikahan, perbedaan adalah keniscayaan. Namun, ketika pasangan berusaha memahami satu sama lain, mereka sedang membangun jembatan empati. Empati inilah yang menjadi dasar dari kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan bersama, pengasuhan anak, bahkan dalam menghadapi krisis hidup.
Menghindari Prasangka dan Ego
Kebijaksanaan, menurut Socrates, dimulai dengan pengakuan bahwa kita tidak tahu segalanya. Dalam pernikahan, ini berarti menurunkan ego dan membuka diri terhadap perspektif pasangan. Dengan tidak merasa paling benar, seseorang dapat menciptakan ruang untuk dialog sehat, bukan debat tak berujung. Mendengarkan dengan hati dan memahami dengan pikiran terbuka membuat pernikahan bukan sekadar bertahan, tetapi tumbuh.