Ibnu Khaldun dan Revolusi Ilmiah dalam Sejarah: Awal dari Cara Pandang Baru terhadap Masa Lalu

Mukadimah Karya Ibnu Khaldun
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA – Sejarah penulisan sejarah berubah total ketika seorang cendekiawan Muslim abad ke‑14, Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun—dikenal luas sebagai Ibnu Khaldun—memperkenalkan pendekatan ilmiah dalam karyanya Muqaddimah. Tak sekadar menghadirkan rangkaian peristiwa, ia menekankan verifikasi sumber, analisis faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan, sehingga sejarah dipandang sebagai cerminan dinamika masyarakat yang kaya akan sebab-akibat mendalam.

Karya-Karya Filsuf Muslim yang Hingga Kini Masih Menjadi Rujukan Peradaban Barat

Latar Belakang Revolusi Historiografi
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H (1332 M) di tengah pecah‑belahnya kekuasaan Islam di Maghrib dan Andalusia. Melalui pengamatan tajamnya terhadap kejatuhan imperium, ia merasa “metode penulisan sejarah” saat itu kerap bersandar pada narator tanpa verifikasi. Konflik politik, kerusakan ekonomi, dan keruntuhan moral publik di sekitarnya memicu kesadarannya bahwa menelusuri masa lalu membutuhkan kerangka kerja yang lebih kuat dan sistematis.

Muqaddimah: Titik Awal Cara Pandang Baru
Buku Muqaddimah sendiri merupakan pengantar bagi karya sejaranya yang lebih besar, Kitab
al‑ʿIbar. Namun, keunikan Muqaddimah terletak pada pembahasan metodologinya: sejarah tidak lagi sekadar catatan kronologis, melainkan studi multidisipliner yang mengaitkan peristiwa dengan faktor alamiah dan sosial. Di sinilah “revolusi ilmiah” dalam studi sejarah dimulai—menggeser paradigma dari sekadar bercerita ke menganalisis.

Dialog Intelektual Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun dalam Konteks Filsafat Barat

Kritik Terhadap Sejarah Tradisional
Sebelum Ibnu Khaldun, penulis sejarah lebih menekankan aspek politik dan militer penguasa, seringkali menukil kisah dari generasi ke generasi tanpa memeriksa kebenaran informasi. Akibatnya, kisah-kisah heroik para raja dapat bercampur mitos, propaganda, atau kecenderungan subjektif sang penulis. Ibnu Khaldun kemudian menegaskan bahwa “sejarah tanpa verifikasi” rentan menyesatkan pembaca dan melemahkan fungsi edukatif sejarah itu sendiri.

Kaidah-Kaidah Verifikasi Berita
Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun merumuskan kriteria ilmiah untuk menilai kebenaran sebuah laporan sejarah:

Dialektika: Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun antara Kritik Filsafat Islam dan Warisan Socrates, Plato, serta Aristoteles

1.     Ushul (Asal Sumber): Menelusuri rantai penutur hingga saksi mata atau dokumen primer.

2.     Iltizâm Waqiʿ (Konfirmasi Lokasi): Memastikan peristiwa memang terjadi di tempat yang diklaim.

Halaman Selanjutnya
img_title