Logika yang Membumi: Belajar Berpikir Jernih dari Madilog
- Cuplikan layar
Di akhir Madilog, Tan Malaka menulis bahwa perjuangan sejati bukan hanya perjuangan senjata atau politik, tapi juga perjuangan cara berpikir. Revolusi sejati terjadi di kepala manusia—di cara mereka memahami dunia.
Hari ini, revolusi itu belum selesai.
Logika masih menjadi barang langka. Ia belum membumi dalam keseharian, belum jadi bagian dari budaya populer. Sering kali, orang yang berpikir logis dianggap “kurang iman”, “terlalu ribet”, atau “tidak bisa santai”.
Padahal, justru dengan berpikir logis, kita bisa lebih tenang, lebih adil, dan lebih tahan terhadap manipulasi.
Kesimpulan: Mewarisi Tanpa Mengkultuskan
Kita tidak perlu mengkultuskan Tan Malaka. Tetapi kita bisa mengambil pelajaran dari Madilog, terutama bagian tentang logika, sebagai warisan berpikir yang sangat berguna untuk menghadapi tantangan zaman.
Kini saatnya logika tidak hanya tinggal di buku filsafat atau ruang diskusi akademik, tetapi hadir di ruang kelas, meja makan, grup WhatsApp keluarga, dan tentu saja—di kolom komentar media sosial.