Logika yang Membumi: Belajar Berpikir Jernih dari Madilog

Madilog, Tan Malaka
Sumber :
  • Cuplikan layar

Di akhir Madilog, Tan Malaka menulis bahwa perjuangan sejati bukan hanya perjuangan senjata atau politik, tapi juga perjuangan cara berpikir. Revolusi sejati terjadi di kepala manusia—di cara mereka memahami dunia.

Zeno dari Citium: Menemukan Keseimbangan Hidup dengan Alam di Tengah Modernitas

Hari ini, revolusi itu belum selesai.

Logika masih menjadi barang langka. Ia belum membumi dalam keseharian, belum jadi bagian dari budaya populer. Sering kali, orang yang berpikir logis dianggap “kurang iman”, “terlalu ribet”, atau “tidak bisa santai”.

Makna Penghinaan Menurut Epictetus: Bukan Apa yang Dikatakan Orang, Tapi Bagaimana Kita Menyikapinya

Padahal, justru dengan berpikir logis, kita bisa lebih tenang, lebih adil, dan lebih tahan terhadap manipulasi.

Kesimpulan: Mewarisi Tanpa Mengkultuskan

Seneca: “Segala Kekejaman Berasal dari Kelemahan” — Sebuah Refleksi Filosofis tentang Sumber Kekerasan

Kita tidak perlu mengkultuskan Tan Malaka. Tetapi kita bisa mengambil pelajaran dari Madilog, terutama bagian tentang logika, sebagai warisan berpikir yang sangat berguna untuk menghadapi tantangan zaman.

Kini saatnya logika tidak hanya tinggal di buku filsafat atau ruang diskusi akademik, tetapi hadir di ruang kelas, meja makan, grup WhatsApp keluarga, dan tentu saja—di kolom komentar media sosial.

Halaman Selanjutnya
img_title