Pemikiran Jenius yang Tak Lekang oleh Zaman: Begini Cara Pemikiran Aristoteles Masuk Kurikulum Pendidikan Dunia!
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Dalam sejarah panjang pemikiran manusia, nama Aristoteles tetap bersinar terang sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia pendidikan, filsafat, dan sains. Tak hanya terkenal di dunia Barat, warisan intelektual filsuf Yunani kuno ini kini telah merasuk ke dalam sistem kurikulum pendidikan di berbagai belahan dunia. Tapi, bagaimana mungkin pemikiran ribuan tahun silam masih relevan hingga sekarang?
Pendidikan sebagai Inti Peradaban
Bagi Aristoteles, pendidikan bukan sekadar kegiatan intelektual, tetapi jalan utama dalam membentuk karakter manusia. Ia percaya bahwa tujuan akhir pendidikan adalah eudaimonia—kebahagiaan sejati yang dicapai melalui kehidupan berbudi luhur dan rasional. Prinsip ini menjadi dasar dalam sistem pendidikan klasik di Barat dan bahkan menjadi inspirasi bagi banyak negara dalam menyusun kurikulum nasional mereka.
Di banyak negara Eropa, pemikiran Aristoteles menjadi bahan ajar wajib dalam mata pelajaran filsafat dan humaniora. Konsep tentang logika, etika, politik, dan metafisika yang ia kembangkan diterapkan dalam kurikulum untuk membangun cara berpikir kritis dan mendalam sejak usia muda.
Logika dan Etika dalam Kurikulum Modern
Konsep logika Aristoteles yang dikenal dengan silogisme menjadi dasar pengajaran logika formal dan berpikir deduktif di berbagai sekolah dan universitas. Tidak hanya itu, Etika Nikomachea-nya yang membahas tentang keutamaan moral juga diajarkan sebagai bagian penting dalam pendidikan karakter dan pengembangan diri di negara-negara seperti Inggris, Prancis, dan Jerman.
Di Amerika Serikat, misalnya, banyak universitas ternama menjadikan karya-karya Aristoteles sebagai bagian dari liberal arts curriculum yang mendorong pemikiran multidisipliner dan humanistik.