Apa Jadinya Jika Chrysippus Hidup di Zaman AI dan Big Data?
- Cuplikan Layar
Jakarta, WISATA - Jika Chrysippus—filsuf besar Stoikisme—hidup di zaman modern yang dipenuhi kecerdasan buatan, big data, dan teknologi canggih, apa yang akan terjadi? Akankah pemikirannya usang, atau justru lebih relevan dari sebelumnya?
Chrysippus, yang hidup sekitar abad ke-3 SM, dikenal karena memperdalam dan menyempurnakan ajaran Stoikisme. Ia menempatkan logika sebagai fondasi utama dalam filsafat, bersama dengan etika dan fisika. Kini, ketika dunia dikuasai oleh algoritma dan mesin yang belajar dari data, prinsip-prinsip yang digagasnya kembali menjadi bahan diskusi.
Stoikisme dan Kecerdasan Buatan: Keterkaitan Tak Terduga
Stoikisme mengajarkan bahwa alam semesta diatur oleh "logos"—akal universal yang rasional dan konsisten. Dalam banyak hal, sistem kecerdasan buatan (AI) modern juga dibangun di atas fondasi rasionalitas, prediksi, dan logika. Chrysippus pasti akan terpesona melihat bagaimana manusia menciptakan mesin yang dapat belajar, berpikir logis, dan membuat keputusan berdasarkan data.
AI pada dasarnya mengikuti hukum sebab-akibat, yang mirip dengan prinsip deterministik Stoik yang diyakini Chrysippus. Setiap input menghasilkan output yang dapat dijelaskan secara logis—sebuah refleksi dari gagasannya tentang tatanan alam yang tidak kacau, tetapi rasional.
Apakah Chrysippus Akan Menerima Teknologi?
Tidak seperti pemikir lain yang mungkin menolak perubahan drastis, Chrysippus kemungkinan besar akan menerima teknologi sebagai bagian dari "logos". Ia akan melihat AI sebagai manifestasi dari nalar manusia, dan big data sebagai bentuk pengumpulan pengalaman empiris dalam skala besar.