Konsep “Golden Mean” Aristoteles: Kunci Keseimbangan Hidup di Tengah Dunia yang Ekstrem
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA — Di era modern yang serba cepat, kompetitif, dan penuh tekanan, hidup sering kali terasa seperti tarik-ulur antara dua kutub ekstrem: terlalu sibuk atau terlalu malas, terlalu keras atau terlalu lembek, terlalu boros atau terlalu pelit. Di tengah kekacauan ini, filsuf Yunani kuno Aristoteles menawarkan sebuah prinsip abadi yang tetap relevan: “Golden Mean”, atau jalan tengah yang penuh kebajikan.
Konsep ini bukan sekadar teori abstrak, melainkan panduan hidup praktis untuk menjalani kehidupan yang seimbang, harmonis, dan bermakna. Lalu, apa sebenarnya “Golden Mean” menurut Aristoteles? Dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?
Apa Itu Golden Mean?
Dalam karya terkenalnya Nicomachean Ethics, Aristoteles memperkenalkan gagasan “Golden Mean” (mesotes) sebagai titik tengah yang penuh kebajikan antara dua ekstrem: kelebihan dan kekurangan. Menurutnya, kebajikan moral bukanlah suatu ekstrem, melainkan posisi moderat yang sesuai dengan nalar dan konteks.
“Kebajikan adalah keadaan yang berada di tengah-tengah antara dua kejahatan: satu karena kelebihan dan satu karena kekurangan.”
— Aristoteles
Contohnya:
Kebajikan (Golden Mean) | Kekurangan | Kelebihan |
Keberanian | Pengecut | Nekat |
Kerendahan hati | Rendah diri | Sombong |
Kedermawanan | Kikir | Boros |
Kelembutan | Pemarah | Penurut |
Rasa malu | Tidak tahu malu | Malu berlebihan |