Dampak Kebijakan Tarif Agresif AS Terhadap Ekonomi Global dan Implikasinya bagi Indonesia
- Viva.co.id
Jakarta, WISATA - Kebijakan tarif agresif yang kembali diusung oleh Amerika Serikat, terutama di bawah tekanan kebijakan proteksionisme yang digalakkan mantan Presiden Donald Trump, menciptakan gelombang ketidakpastian besar di pasar global. Meskipun terdapat jeda sementara dalam pemberlakuan tarif timbal balik, sentimen negatif tetap mendominasi, memicu revisi tajam terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia.
Ketergantungan Ekonomi Indonesia Terhadap Ekspor Global
Sebagai negara dengan struktur ekonomi terbuka, Indonesia sangat bergantung pada arus perdagangan global, terutama ekspor ke negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China. Ketika dua raksasa ekonomi dunia ini terlibat dalam ketegangan dagang, imbasnya sangat cepat terasa, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kebijakan tarif AS yang menargetkan produk-produk China, misalnya, membuat barang-barang dari negara tersebut lebih mahal di pasar Amerika. Hal ini mendorong China untuk mencari pasar alternatif, termasuk Asia Tenggara. Meski sekilas terlihat menguntungkan bagi Indonesia, kompetisi produk akan semakin ketat, mengingat Indonesia dan China memiliki produk ekspor sejenis, terutama di sektor elektronik, tekstil, dan furnitur.
Dampak Terhadap Sentimen Investasi dan Konsumsi Domestik
Perlambatan ekonomi global akibat kebijakan tarif AS berpotensi memicu aksi wait and see dari investor asing. Indonesia sebagai negara berkembang yang tengah mendorong pertumbuhan industri dan manufaktur, tentu membutuhkan aliran investasi yang konsisten. Ketika pelaku usaha global menahan ekspansi dan alokasi modal akibat ketidakpastian ekonomi global, maka target pertumbuhan ekonomi nasional pun bisa terganggu.
Di sisi lain, konsumen Indonesia juga tidak imun terhadap perubahan iklim ekonomi global. Ketika nilai tukar rupiah tertekan akibat menguatnya dolar sebagai safe haven, maka daya beli masyarakat bisa ikut melemah. Harga barang-barang impor yang naik dapat memicu inflasi dan menurunkan konsumsi rumah tangga—yang merupakan tulang punggung utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.