Kenaikan PPN 12% di Indonesia: Dampaknya Terhadap Ekonomi dan Pembelajaran dari Pemikiran Ibnu Khaldun

Mukadimah Karya Ibnu Khaldun
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA - Pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencananya untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Kebijakan ini akan diberlakukan pada 1 Januari 2025, dan meskipun disertai dengan berbagai penjelasan dari pemerintah, keputusan ini menuai banyak protes dan penolakan dari berbagai pihak. Penolakan ini terutama berasal dari kalangan masyarakat yang khawatir akan beban ekonomi yang semakin berat. Untuk memahami lebih dalam tentang kebijakan ini, tidak ada salahnya kita melihat kembali pandangan seorang pemikir besar, Ibnu Khaldun, dalam karyanya Mukadimah, yang membahas tentang hubungan antara pajak, keadilan, dan stabilitas ekonomi.

Ibnu Khaldun dan Revolusi Ilmiah dalam Sejarah: Awal dari Cara Pandang Baru terhadap Masa Lalu

Kenaikan PPN 12%: Penolakan dari Berbagai Pihak

Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif PPN yang sudah berlaku sejak 2019 dari 11% menjadi 12%. Keputusan ini, yang bagian dari reformasi perpajakan dalam kerangka Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara. Pemerintah beralasan bahwa kebijakan ini diperlukan untuk menutupi defisit anggaran negara yang semakin besar, terutama pasca-pandemi COVID-19.

Prabowo Bicara Blak-blakan: “Saya Tidak Takut Pasar Modal, Indonesia Kuat!”

Namun, kebijakan ini mendapat banyak penolakan, baik dari masyarakat umum maupun kalangan politisi. Sebuah petisi yang menentang kenaikan PPN tersebut sudah ditandatangani lebih dari 200.000 orang. Mereka menilai bahwa kebijakan ini akan membebani rakyat, terutama golongan menengah ke bawah, yang semakin terhimpit oleh biaya hidup yang terus meningkat.

Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) juga menggelar demonstrasi untuk menyuarakan penolakan terhadap kenaikan tarif PPN ini. Mereka berpendapat bahwa kenaikan pajak justru akan menurunkan daya beli masyarakat dan memperburuk ketimpangan sosial. Dalam sebuah aksi unjuk rasa yang digelar di Jakarta, mereka menuntut pemerintah untuk mencari alternatif kebijakan fiskal yang lebih ramah kepada rakyat.

Dua Masalah Utama Pajak Indonesia: Kepatuhan Rendah dan Kebijakan yang Kurang Optimal

Pandangan Ibnu Khaldun: Keadilan dalam Kebijakan Pajak

Pemikiran Ibnu Khaldun dalam Mukadimah sangat relevan dalam konteks kebijakan pajak Indonesia saat ini. Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dan filsuf Arab abad ke-14, memberikan perhatian besar terhadap hubungan antara kekuasaan politik, ekonomi, dan kehidupan sosial. Salah satu topik yang paling penting dalam karyanya adalah pajak dan pengaruhnya terhadap stabilitas ekonomi dan sosial.

Dalam Mukadimah, Ibnu Khaldun menulis, “Keadilan adalah dasar bagi pemerintahan, dan penindasan adalah tanda kehancurannya. Ketika pemerintah berlaku tidak adil melalui pajak yang berlebihan, kekayaan rakyat terkuras, usaha mereka terhambat, dan negara kehilangan sumber kekuatannya.” (Ibnu Khaldun, Mukadimah). Pandangan ini menggarisbawahi pentingnya kebijakan pajak yang adil dan seimbang untuk menjaga kestabilan negara.

Ibnu Khaldun menekankan bahwa pajak yang berlebihan dapat menyebabkan ketidakpuasan sosial, melemahnya produktivitas rakyat, dan merusak ekonomi negara. Dalam hal ini, kenaikan PPN yang direncanakan oleh pemerintah Indonesia mungkin bisa menjadi contoh konkret dari apa yang dihindari oleh Ibnu Khaldun dalam pandangannya tentang ekonomi. Kenaikan pajak yang dianggap terlalu tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperburuk ketimpangan sosial.

Pajak dan Produktivitas: Pelajaran dari Sejarah

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pada fase awal pemerintahan yang sehat, pemerintah biasanya memungut pajak dalam jumlah yang wajar. Namun, ketika kekuasaan semakin kuat, penguasa cenderung menaikkan pajak untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, seperti kemewahan dan ambisi yang berlebihan. Dalam karyanya, Ibnu Khaldun menulis, “Pada awal kekuasaan, pajak rendah karena penguasa masih membutuhkan dukungan rakyat. Namun, ketika kekuasaan mencapai puncaknya, pajak dinaikkan untuk memenuhi kebutuhan mewah penguasa, yang akhirnya merusak ekonomi dan membawa kehancuran.” (Ibnu Khaldun, Mukadimah).

Hal ini mengingatkan kita pada situasi di mana banyak negara yang menghadapi ketidaksetaraan dalam pembagian beban pajak. Ketika kebijakan fiskal bertujuan untuk menutupi pengeluaran negara, pemerintah sering kali terjebak dalam siklus menaikkan pajak, yang pada akhirnya justru dapat melemahkan daya saing ekonomi negara tersebut.

Keseimbangan dalam Kebijakan Pajak: Pandangan Ibnu Khaldun dalam Konteks Modern

Ibnu Khaldun juga berbicara tentang pentingnya keseimbangan dalam kebijakan pajak. Dalam Mukadimah, ia menegaskan bahwa “Sebuah negara yang bijaksana adalah yang mampu menyeimbangkan pendapatan negara melalui pajak tanpa membebani rakyat, karena dari kesejahteraan rakyatlah kekayaan negara bertumbuh.” Hal ini mengingatkan kita bahwa pajak haruslah bersifat adil dan tidak membebani rakyat secara berlebihan.

Pajak yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya kebocoran ekonomi, di mana individu dan perusahaan lebih memilih untuk menghindari pajak atau bahkan melarikan aset mereka ke luar negeri. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengurangi potensi pendapatan negara, bahkan lebih buruk lagi, menciptakan ketidakpercayaan terhadap sistem perpajakan.

Implikasi Kenaikan PPN di Indonesia

Meningkatkan tarif PPN menjadi 12% di Indonesia tentu menimbulkan tantangan besar bagi ekonomi domestik. Dalam jangka pendek, kenaikan PPN dapat meningkatkan pendapatan negara. Namun, dalam jangka panjang, beban pajak yang lebih tinggi bisa menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya bisa mengurangi konsumsi dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan dengan cermat bagaimana kebijakan ini dapat diterapkan tanpa memberatkan rakyat, terutama di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi COVID-19. Dalam konteks ini, prinsip keadilan dalam kebijakan pajak yang diajarkan oleh Ibnu Khaldun sangat penting untuk diterapkan. Kebijakan pajak haruslah seimbang dan tidak merugikan rakyat yang sudah terbebani dengan biaya hidup yang semakin tinggi.

Penerapan kebijakan kenaikan PPN di Indonesia yang direncanakan akan mulai berlaku pada tahun 2025 menghadapi banyak tantangan dan protes. Dalam hal ini, pelajaran yang dapat diambil dari pemikiran Ibnu Khaldun adalah pentingnya keadilan dan keseimbangan dalam kebijakan pajak. Kenaikan pajak yang berlebihan tidak hanya dapat merugikan rakyat, tetapi juga dapat memperburuk perekonomian negara. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan pajak yang diterapkan tidak mengorbankan kesejahteraan rakyat dan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.