Masyarakat Tolak Kenaikan PPN 12%, Pemerintah Harusnya Cari Solusi Lain Atasi Masalah Fiskal!
- IG/mucconsulting
Jakarta, WISATA – Peningkatan tarif PPN menjadi 12% merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat basis fiskal nasional. Kenaikan ini diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada tahun 2021. Pemerintah berharap pendapatan dari PPN dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan program kesejahteraan sosial.
Namun, kenaikan tarif ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap biaya produksi dan daya beli masyarakat. Pemerintah telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi, seperti pembebasan PPN untuk barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, serta insentif bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Beberapa instansi dan organisasi telah melakukan kajian dan umumnya tidak setuju dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Diantaranya adalah:
- Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) - M Rizal Taufikurahman, kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, menyatakan bahwa kenaikan PPN dapat menurunkan konsumsi masyarakat.
- Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI): Mereka menggelar demonstrasi di Istana Negara untuk menolak kenaikan PPN.
- Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI): Jacklevyn Fritz Manuputty, ketua umum PGI, menolak kenaikan PPN karena dianggap akan membebani masyarakat kecil.
- Gerakan Nurani Bangsa (GNB): Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, anggota GNB, menyatakan bahwa kenaikan PPN akan melemahkan daya beli masyarakat.