Socrates: Pendidikan Bukanlah Mengisi Bejana Kosong, Tetapi Menyalakan Api
- Image Creator Bing/Handoko
Bayangkan seorang guru yang hanya memberikan informasi, fakta, dan teori. Ia berbicara, murid mencatat. Ia memberi soal, murid menjawab. Semua berlangsung satu arah. Inilah yang diibaratkan Socrates sebagai “mengisi bejana kosong.”
Namun Socrates tidak setuju dengan model pendidikan semacam itu. Baginya, setiap manusia sudah punya potensi berpikir, rasa ingin tahu, dan kekuatan untuk mencari makna hidup. Tugas pendidikan bukan untuk mengisi, tetapi menyalakan api—api keingintahuan, api pemahaman, dan api kebijaksanaan.
Api itu tidak bisa dipaksakan dari luar. Ia harus dipantik dari dalam. Dan untuk menyalakannya, dibutuhkan pendekatan yang tidak mendikte, tetapi mengajak berdialog.
Metode Socratic: Bertanya untuk Menyalakan Pikiran
Metode yang digunakan Socrates sangat unik untuk zamannya. Ia tidak mengajar dengan ceramah, tetapi dengan bertanya. Ia akan mengajukan serangkaian pertanyaan kepada lawan bicaranya hingga orang tersebut menyadari bahwa ia sebenarnya belum benar-benar tahu apa yang ia pikir ia ketahui.
Contoh sederhananya: seseorang mengatakan bahwa keadilan adalah memberi kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Socrates kemudian bertanya, “Bagaimana kita tahu apa yang menjadi hak seseorang?” “Apakah hukum selalu adil?” “Apakah keadilan berlaku sama untuk semua orang?”
Pertanyaan-pertanyaan itu menggugah pemikiran, memaksa orang untuk merenung, dan inilah yang disebut menyalakan api—bukan memadamkan dengan dogma.