Socrates: “Bukan Hidup yang Penting, Tetapi Hidup yang Baik” — Makna Mendalam di Balik Hidup Manusia
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA — Di tengah zaman yang makin kompetitif dan serba cepat, sebuah kutipan abadi dari Socrates kembali menggugah kesadaran publik: “Bukan hidup yang penting, tetapi hidup yang baik.” Kalimat ini, yang tampak sederhana namun sarat makna, telah menjadi fondasi filsafat moral selama ribuan tahun. Socrates, sang filsuf besar dari Yunani kuno, tidak hanya menantang cara berpikir masyarakat masa itu, tetapi juga meninggalkan warisan pemikiran yang masih sangat relevan untuk zaman sekarang.
Dalam dunia yang dipenuhi ambisi, target, dan tekanan sosial untuk “menjadi seseorang”, Socrates justru mengingatkan bahwa kualitas hidup lebih penting daripada sekadar keberlanjutan hidup. Baginya, hidup tanpa nilai, tanpa integritas, dan tanpa pencarian makna adalah hidup yang kosong—bahkan tak layak dijalani.
Hidup Bukan Sekadar Bertahan, Tapi Bertumbuh dalam Nilai
Socrates hidup dalam masa ketika Athena tengah berkembang menjadi pusat budaya dan demokrasi. Namun, di balik kemajuan itu, ia melihat degradasi moral dan keserakahan. Ia pun menggunakan filsafat sebagai alat untuk menggugah jiwa masyarakat. Kutipan “Bukan hidup yang penting, tetapi hidup yang baik” muncul dari keyakinan bahwa hidup manusia harus dijalani dengan prinsip, bukan hanya dengan naluri bertahan hidup.
Socrates percaya bahwa hidup yang baik adalah hidup yang dijalani dengan keadilan, keberanian, kebijaksanaan, dan moderasi. Keempat nilai tersebut, yang kemudian dikenal sebagai virtue ethics, menjadi pusat ajaran moralnya. Dalam banyak pengadilan filsafat dan dialog-dialog yang ditulis oleh muridnya, Plato, Socrates menjelaskan bahwa seseorang tidak bisa dianggap hidup “berhasil” hanya karena ia panjang umur atau memiliki harta, melainkan dari seberapa bermoral dan berartinya hidup yang dijalani.
Hidup yang Baik: Pilihan atau Takdir?
Bagi Socrates, hidup yang baik bukanlah kebetulan atau keberuntungan semata, melainkan hasil dari refleksi diri yang terus-menerus. Ia menekankan pentingnya mengenali diri sendiri, menimbang tindakan secara etis, dan hidup berdasarkan akal budi, bukan hawa nafsu.