Satu Sama Lain: Pelajaran Kemanusiaan dari Marcus Aurelius untuk Membangun Toleransi dan Kolaborasi

Marcus Aurelius
Sumber :
  • Cuplikan layar

Pentingnya Mendidik daripada Menghakimi

Keteguhan Moral di Tengah Krisis: Pandangan Stoik yang Relevan Menurut Massimo Pigliucci

Mendidik bukan berarti merasa lebih pintar atau merendahkan orang lain. Dalam konteks ini, mendidik berarti berbagi pemahaman, menunjukkan jalan yang lebih baik dengan cara yang membangun. Dunia kita saat ini membutuhkan lebih banyak pendidik sosial daripada pengkritik destruktif.

Contoh nyata bisa ditemukan dalam berbagai bidang—dari teknologi hingga pemerintahan. Seorang inovator yang melihat masyarakat belum siap menerima perubahan digital tidak menyalahkan mereka, tetapi justru mengedukasi dengan pendekatan empati. Begitu pula seorang pemimpin yang bijak tidak menghukum bawahan karena belum paham, tetapi membantu mereka berkembang.

Filosofi Stoik Epictetus: Ketenangan Hati di Tengah Krisis Hidup

Namun, tentu saja tidak semua orang akan menerima pelajaran dengan terbuka. Di sinilah pilihan kedua Marcus menjadi penting: bersabarlah. Sadarilah bahwa tidak semua bisa langsung berubah. Tidak semua orang punya akses, kesiapan, atau kesadaran yang sama.

Tantangan di Era Digital: Polarisasi dan Intoleransi

Mengenal Epictetus, Filsuf Budak yang Menjadi Guru Para Kaisar

Kutipan Marcus terasa sangat relevan di zaman sekarang, ketika masyarakat digital kian terpecah. Polarisasi pendapat di media sosial, perang komentar, cancel culture—semuanya memperlihatkan bahwa kita cepat sekali menghakimi dan lambat memahami.

Dalam kondisi seperti itu, kita ditantang untuk tidak menjadi bagian dari kebisingan. Kita diminta untuk tetap tenang, seperti yang diajarkan Stoisisme. Arahkan energi kita untuk menjadi contoh, bukan penghakim. Dan ketika kita bertemu orang yang keras kepala atau bahkan menyebarkan kebencian, kita bisa memilih diam dan tidak larut.

Halaman Selanjutnya
img_title