Kepemimpinan Bukan Tentang Dunia Sempurna, Tapi Tentang Bekerja Cerdas dengan Kenyataan
- Image Creator Bing/Handoko
Jakarta, WISATA — Dalam dunia kepemimpinan, tidak sedikit orang terjebak dalam khayalan akan dunia yang ideal: tim yang sempurna, kebijakan tanpa risiko, dan hasil yang selalu tepat sasaran. Namun, Marcus Aurelius, kaisar Romawi dan filsuf Stoik, menyentil khayalan semacam itu dengan satu kalimat tajam: “Tanggung jawab kepemimpinan adalah bekerja secara cerdas dengan apa yang tersedia, bukan membuang waktu membayangkan dunia yang berisi manusia sempurna dan pilihan tanpa cela.”
Kalimat ini bukan hanya kutipan sejarah. Ia adalah kritik yang sangat relevan di era modern, terutama bagi para pemimpin—baik di sektor pemerintahan, bisnis, teknologi, maupun masyarakat sipil. Dunia tidak pernah ideal. Sumber daya terbatas. Orang-orang punya kelemahan. Pilihan selalu disertai risiko. Dan justru di situlah kepemimpinan diuji: bukan pada seberapa sempurna rencananya, tetapi pada bagaimana ia bisa mengambil keputusan terbaik dari kondisi yang tidak ideal.
Filosofi Stoik dan Kepemimpinan Realistis
Marcus Aurelius adalah simbol pemimpin yang menjalani masa sulit dengan tenang. Dalam masa pemerintahannya, Kekaisaran Romawi menghadapi wabah, perang, dan pengkhianatan. Namun ia tidak menyerah pada fantasi dunia ideal. Ia menulis buku Meditations—catatan pribadinya tentang bagaimana menjalani kehidupan dan memimpin dengan kesadaran akan kenyataan.
Dalam perspektif Stoisisme, pemimpin yang baik adalah mereka yang tidak mengeluh tentang apa yang tidak bisa diubah, melainkan fokus pada apa yang bisa dikendalikan. Mereka tidak membuang waktu berharap bahwa orang lain akan selalu kompeten atau loyal, tetapi mereka mempersiapkan diri untuk kemungkinan sebaliknya.
Dalam bahasa sehari-hari: stop berharap semua akan berjalan mulus. Mulailah bekerja dengan realitas di depan mata.
Relevansi dalam Dunia Modern