Seneca: Tak Ada Orang yang Lebih Celaka dari Mereka yang Tak Pernah Menghadapi Kesulitan
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA — Dalam gemuruh pencapaian dan kenyamanan hidup modern, banyak orang mendambakan hidup tanpa hambatan. Namun, filsuf Romawi kuno Lucius Annaeus Seneca mengingatkan kita lewat kalimat bijaknya: “No man is more unhappy than he who never faces adversity. For he is not permitted to prove himself.” — Tak ada orang yang lebih tidak bahagia dibanding mereka yang tidak pernah menghadapi kesulitan, karena mereka tak diberi kesempatan untuk membuktikan dirinya sendiri.
Ujian Adalah Anugerah yang Tersembunyi
Pada pandangan pertama, kutipan ini mungkin tampak bertentangan dengan logika umum. Bagaimana mungkin seseorang yang hidup tanpa kesulitan justru menjadi orang paling tidak bahagia? Bukankah kenyamanan adalah tujuan hidup yang diidamkan semua orang?
Namun, Seneca mengajak kita berpikir lebih dalam. Dalam ajaran Stoik, kebahagiaan sejati bukan berasal dari kenyamanan eksternal, melainkan dari pencapaian batin — yakni kapasitas seseorang untuk mengatasi kesulitan, menahan rasa sakit, dan tetap tangguh dalam menghadapi cobaan. Kesulitan adalah alat ukur untuk membentuk karakter. Tanpa ujian, seseorang tidak akan tahu batas kemampuannya, tidak akan pernah berkembang, dan tidak akan pernah benar-benar mengenal dirinya.
Kebahagiaan Sejati Lahir dari Ketangguhan
Orang yang tak pernah diuji akan mudah goyah ketika badai pertama datang. Ia tak punya akar yang kuat untuk menopang hidupnya. Sebaliknya, seseorang yang sering menghadapi rintangan justru punya bekal mental yang luar biasa: keteguhan, kesabaran, dan kepercayaan diri yang lahir dari pengalaman nyata.
Seperti logam yang ditempa api untuk menjadi pedang tajam, jiwa manusia pun perlu ditempa oleh penderitaan agar tumbuh menjadi bijak dan kuat. Itulah kebahagiaan sejati menurut Seneca — bukan terletak pada seberapa mulus jalan hidup seseorang, tetapi seberapa kuat ia melangkah ketika jalan menjadi terjal.