“Tuhan Telah Mati, dan Kita Telah Membunuh-Nya”: Gema Pemikiran Friedrich Nietzsche yang Mengguncang Dunia Filsafat

Friedrich Nietzsche
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Malang, WISATA — Sebuah kutipan pendek namun mengguncang dari karya agung Friedrich Nietzsche Thus Spoke Zarathustra terus menjadi bahan diskusi panas di dunia filsafat modern: Tuhan telah mati. Dan kita telah membunuh-Nya.” Kalimat ini, meski hanya terdiri dari sembilan kata, telah mengubah cara pandang manusia terhadap agama, moralitas, dan makna hidup. Di balik pernyataan yang tampak kejam itu, tersembunyi kritik tajam terhadap perubahan zaman dan krisis spiritual umat manusia.

Jangan Sandarkan Hidup pada Satu Harapan: Pelajaran Bijak dari Epictetus

Nietzsche, filsuf Jerman abad ke-19, bukan sedang merayakan kematian Tuhan dalam arti literal. Ia tidak menyatakan bahwa Tuhan—dalam pengertian teologis—benar-benar mati. Sebaliknya, ia menggambarkan sebuah kondisi eksistensial manusia modern yang telah kehilangan kepercayaan terhadap nilai-nilai absolut, termasuk agama, akibat kemajuan sains, rasionalitas, dan krisis iman yang melanda Eropa pada zamannya.

Latar Sejarah dan Makna Simbolik

Epictetus: "Pilihlah Hidup yang Lebih Singkat Namun Mulia, Daripada Panjang Tapi Tak Bermakna"

Kutipan tersebut muncul dalam bagian berjudul The Madman dalam The Gay Science, dan kemudian diperluas maknanya dalam Thus Spoke Zarathustra. Sang “Orang Gila” di tengah kerumunan pasar menyatakan bahwa manusia telah membunuh Tuhan karena tidak lagi menjadikan-Nya sebagai pusat moral dan eksistensi. Ini bukan tindakan fisik, tetapi metaforis—kita, secara kolektif, telah menggantikan nilai-nilai religius dengan sains, kapitalisme, dan ego manusia.

Nietzsche melihat hal ini bukan sebagai kemajuan, melainkan sebagai tragedi besar. Ketika Tuhan mati, manusia tidak lagi memiliki landasan moral universal. Tanpa nilai-nilai transenden, nihilisme pun mengintai, yakni pandangan bahwa hidup tidak memiliki makna atau tujuan.

Seneca: "Bukan Seberapa Lama, tetapi Seberapa Baik Kita Hidup yang Utama"

Krisis Nilai dan Lahirnya Nihilisme

Dalam konteks modern, kutipan ini relevan dengan situasi banyak masyarakat yang mengalami disorientasi nilai. Ketika keyakinan tradisional mulai dipertanyakan atau ditinggalkan, namun belum muncul sistem nilai pengganti yang memadai, kehampaan eksistensial pun muncul. Nietzsche menyebut fase ini sebagai nihilisme pasca-Tuhan—sebuah kekosongan spiritual yang harus dihadapi umat manusia.

Halaman Selanjutnya
img_title