“Tuhan Telah Mati, dan Kita Telah Membunuh-Nya”: Gema Pemikiran Friedrich Nietzsche yang Mengguncang Dunia Filsafat

Friedrich Nietzsche
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Nietzsche menyebut proses ini sebagai transvaluasi nilai-nilai (penilaian ulang atas semua nilai). Individu harus berani mengevaluasi ulang apa yang benar, baik, dan bermakna. Tugas ini berat, karena tidak ada pedoman baku. Tapi di situlah kebebasan sejati dimulai.

Socrates: Kematian sebagai Penyembuhan dari 'Penyakit' Kehidupan

Reaksi Dunia dan Salah Tafsir

Penting dicatat bahwa pernyataan ini sering disalahartikan sebagai seruan ateisme radikal. Padahal, Nietzsche sendiri tidak menolak keberadaan Tuhan secara dogmatis. Ia lebih tertarik pada dampak psikologis dan kultural dari runtuhnya kepercayaan terhadap Tuhan dalam masyarakat modern. Nietzsche juga sangat kritis terhadap ateisme “naif” yang hanya menggantikan Tuhan dengan rasionalitas ilmiah tanpa menciptakan makna baru.

Albert Camus: Kebaikan Sejati untuk Masa Depan Terletak pada Pengabdian Sepenuhnya di Masa Kini

Ia juga mengecam ilmuwan dan filsuf yang merasa telah “membunuh Tuhan”, tetapi tetap hidup seolah-olah nilai-nilai Kristiani masih berlaku. Menurut Nietzsche, ini adalah kemunafikan intelektual: membuang Tuhan, tetapi tetap memanfaatkan moralitas-Nya.

Penutup: Seruan untuk Mencipta Nilai Baru

Thus Spoke Zarathustra: Panduan Menjadi Manusia Unggul di Era Modern

Kalimat “Tuhan telah mati. Dan kita telah membunuh-Nya.” adalah seruan keras kepada umat manusia untuk bangun dari kenyamanan palsu dan menghadapi kenyataan bahwa makna hidup harus ditemukan, bukan diwariskan. Nietzsche menuntut kejujuran radikal dari manusia modern: berani hidup tanpa ilusi, dan berani menciptakan nilai dari ketiadaan.

Pemikiran Nietzsche ini, meskipun keras, tetap menjadi obor intelektual yang menyala di tengah kegelapan nihilisme. Ia bukan menawarkan jawaban pasti, melainkan membuka jalan bagi pencarian yang lebih dalam akan jati diri dan makna hidup.