Seneca: Hidup yang Baik Bukan Diukur dari Panjangnya, Tapi Dari Isinya

Seneca Filsuf Stoicisme
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Malang, WISATA – “Seperti cerita, demikian pula hidup: bukan seberapa panjangnya, tetapi seberapa baik isinya yang paling penting,” tulis filsuf Stoik Romawi, Lucius Annaeus Seneca. Di tengah masyarakat yang kerap mengejar umur panjang sebagai simbol kesuksesan dan keberhasilan, kutipan ini menohok sekaligus menggugah: kualitas hidup jauh lebih bernilai daripada sekadar kuantitas waktu yang dijalani.

John Sellars: “Setiap Hari Adalah Kesempatan Baru untuk Menjadi Versi Terbaik dari Diri Sendiri”

Seneca mengibaratkan hidup seperti sebuah cerita. Bukan cerita yang panjang yang selalu terbaik, melainkan cerita yang sarat makna, padat pesan, dan menginspirasi. Begitu pula hidup: percuma jika panjang umur, namun diisi dengan penyesalan, kekosongan, atau pengulangan tanpa arah. Sebaliknya, hidup yang singkat pun bisa menjadi abadi dalam ingatan, jika dijalani dengan penuh kesadaran, kebaikan, dan kontribusi nyata.

Filosofi Stoik: Ukuran Kebaikan Hidup

John Sellars: “Filsafat Bukan untuk Ruang Kuliah; Ia Adalah untuk Hidup yang Nyata”

Bagi Seneca dan para filsuf Stoik lainnya, hidup yang baik bukan diukur dari lamanya seseorang tinggal di dunia, tetapi dari seberapa dalam dan bermakna cara ia hidup. Hidup yang diisi dengan kebijaksanaan, keteguhan hati, kejujuran, dan tindakan baik—itulah hidup yang sesungguhnya.

Pandangan ini menjadi kritik terhadap obsesi manusia modern akan umur panjang, perpanjangan usia secara medis, dan pencapaian materi yang bersifat temporal. Bagi Stoik, kualitas batin, integritas, dan keutamaan moral jauh lebih utama dibanding angka tahun yang terpampang di batu nisan.

Hiduplah Seolah Kamu Akan Mati Besok, Tapi Berpikirlah Seolah Akan Hidup Selamanya – Stoik ala Massimo Pigliucci

Relevansi di Era Modern

Di era digital dan serba cepat ini, manusia sering kali terjebak dalam rutinitas dan ambisi tak berkesudahan. Banyak orang hidup terburu-buru, menunda-nunda hal-hal penting demi hal-hal mendesak, dan sering lupa menanyakan: “Apakah aku benar-benar hidup, atau hanya bertahan?”

Halaman Selanjutnya
img_title