Menyelami Filsafat René Descartes: Dari Keraguan Menuju Kepastian

René Descartes
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Malang, WISATA - René Descartes (1596–1650) dikenal luas sebagai pelopor filsafat modern. Ia menggabungkan pemikiran rasional dan logika matematis untuk menata ulang landasan pengetahuan manusia. Kutipan-kutipan terkenalnya seperti “Aku berpikir, maka aku ada,” hingga “Keraguan adalah awal dari kebijaksanaan,” membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang eksistensi, Tuhan, dan struktur pemikiran rasional. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri makna dari beberapa pemikirannya yang paling mendalam.

“Moralitas adalah Ilusi”: Kritik Pedas Nietzsche terhadap Nilai-Nilai Tradisional

“Aku berpikir, maka aku ada.” (Cogito, ergo sum)

Kutipan ini adalah batu fondasi dari filsafat Descartes. Ia memulai pencarian kebenaran dengan meragukan segala sesuatu—indera, dunia luar, bahkan tubuhnya sendiri. Namun, satu hal yang tidak bisa ia ragukan adalah keberadaan dirinya sebagai subjek yang berpikir. Dari sinilah ia menyimpulkan bahwa eksistensinya terjamin melalui aktivitas berpikir.

“Jangan Mengikuti Aku, Karena Aku pun Sedang Mencari Jalan”: Pesan Mendalam Nietzsche tentang Kemandirian Berpikir

Pernyataan ini menjadi revolusioner karena menjadikan subjektivitas sebagai titik awal seluruh pengetahuan. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, Descartes mengajarkan bahwa kesadaran kita akan berpikir adalah bukti mutlak dari keberadaan kita.

Keberadaan Tuhan adalah satu-satunya yang menjamin kebenaran pikiran kita.”

Friedrich Nietzsche dan Konsep Mengejutkan: Manusia Hanyalah Tali antara Binatang dan Manusia Unggul

Bagi Descartes, Tuhan bukan hanya entitas spiritual, tetapi juga dasar epistemologis. Tanpa Tuhan yang sempurna, manusia tidak bisa yakin bahwa pikirannya dapat dipercaya. Pikiran manusia bisa saja tertipu oleh kekuatan eksternal—dan hanya keberadaan Tuhan yang baik dan sempurna yang menjamin bahwa akal tidak menyesatkan.

Pemikiran ini menunjukkan bahwa Descartes tidak menempatkan akal secara mutlak di atas segalanya, melainkan masih bergantung pada fondasi teologis sebagai jaminan keandalan nalar.

“Keraguan adalah awal dari kebijaksanaan.”

Descartes mengajarkan bahwa untuk menemukan kebenaran sejati, seseorang harus terlebih dahulu membebaskan diri dari keyakinan yang tidak berdasar. Keraguan metodisnya bukan bentuk skeptisisme destruktif, melainkan alat untuk menyaring pengetahuan yang sahih dari yang semu.

Dalam era modern, prinsip ini mengilhami pemikiran kritis dan metode ilmiah: bahwa pertanyaan, pengujian, dan pembuktian lebih penting daripada penerimaan pasif atas tradisi atau otoritas.

“Ide tentang kesempurnaan tidak mungkin datang dari sesuatu yang tidak sempurna.”

Dalam argumennya mengenai keberadaan Tuhan, Descartes berpendapat bahwa ide tentang sesuatu yang sempurna (Tuhan) tidak mungkin berasal dari makhluk yang tidak sempurna (manusia). Oleh karena itu, adanya ide tentang kesempurnaan dalam pikiran kita adalah bukti bahwa sesuatu yang sempurna itu memang ada dan telah menanamkan ide tersebut ke dalam diri kita.

Ini adalah salah satu argumen ontologisnya yang terkenal, sekaligus memperkuat pandangan bahwa Tuhan menjadi elemen sentral dalam struktur kognitif manusia.

“Tuhan tidak akan menciptakan akal budi yang menyesatkan.”

Keyakinan Descartes pada Tuhan sebagai makhluk yang sempurna menciptakan landasan moral dan logis untuk percaya pada akal manusia. Tuhan, sebagai pencipta segala sesuatu, tidak mungkin dengan sengaja menciptakan akal yang selalu menyesatkan. Jika manusia menggunakan akalnya secara benar—dengan jernih, logis, dan sistematis—maka ia akan sampai pada kebenaran.

Pernyataan ini mendorong manusia untuk tidak takut berpikir dan menganalisis, karena proses intelektual bukanlah bentuk pembangkangan terhadap kepercayaan, melainkan wujud ibadah dalam memahami ciptaan Tuhan.

René Descartes mengajarkan kepada dunia bahwa kekuatan berpikir adalah jalan menuju kepastian. Dengan menggali keraguan, memurnikan akal, dan mengakui peran Tuhan sebagai jaminan atas kebenaran, ia membangun sistem filsafat yang kokoh dan berpengaruh hingga kini. Kutipan-kutipannya bukan sekadar hiasan intelektual, melainkan prinsip-prinsip hidup bagi siapa pun yang ingin hidup dengan kesadaran, akal sehat, dan kejujuran berpikir.