Belajar Mengendalikan Diri di Tengah Dunia yang Tak Terduga: Inspirasi Bijak dari Donald Robertson

Donald Robertson, Tokoh Stoik Modern
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Pernahkah kamu merasa kesal karena diperlakukan tidak adil oleh seseorang? Atau merasa dunia seperti tidak berpihak, seolah orang lain bebas berkata dan bertindak semaunya tanpa mempertimbangkan perasaanmu?

Belajar dari Seneca: Seni Mengendalikan Diri di Tengah Kemeriahan dan Ujian Kemewahan

Kalau iya, kamu tidak sendirian. Kita semua pernah berada di situasi di mana perilaku orang lain membuat kita frustrasi, sakit hati, bahkan marah besar. Tapi di tengah semua itu, Donald Robertson—penulis dan psikoterapis kenamaan yang dikenal luas karena menghidupkan kembali filosofi Stoikisme di era modern—memberikan pengingat sederhana tapi penuh makna:

“Anda tidak bisa mengendalikan bagaimana orang lain memperlakukan Anda, tetapi Anda bisa mengendalikan bagaimana Anda bereaksi terhadapnya.”

Spring Water Baturaden sebagai Potensi Pengembangan Wellness Etnaprana Tourism dan JOMO bagi Kaum Stoik Muda

Kalimat ini terdengar sangat tenang, bahkan mungkin terlalu tenang saat kita sedang emosi. Tapi di balik ketenangannya, tersimpan kekuatan luar biasa—kekuatan untuk mengembalikan kendali atas hidup kita ke tempat yang seharusnya: dalam diri kita sendiri.

Dunia Tidak Bisa Diatur, Tapi Diri Kita Bisa

Jules Evans: "Dalam Dunia yang Penuh Kegaduhan, Keheningan Batin adalah Kekuatan Super"

Salah satu pilar utama dalam Stoikisme yang juga ditekankan Robertson adalah konsep dikotomi kendali. Dalam hidup ini, ada dua hal: hal-hal yang bisa kita kendalikan dan hal-hal yang tidak bisa. Masalahnya, banyak orang—tanpa sadar—menghabiskan terlalu banyak waktu dan energi mencoba mengubah hal-hal yang berada di luar kendali mereka: opini orang lain, sikap atasan, komentar negatif di media sosial, bahkan ekspresi wajah seseorang yang mungkin tidak ada hubungannya dengan kita.

Robertson mengajak kita untuk memutar balik fokus. Daripada sibuk merespons kemarahan dengan kemarahan, atau membalas sindiran dengan sindiran, kita justru diajak untuk berhenti sejenak, menarik napas, dan bertanya: “Apa reaksi terbaik yang bisa saya berikan saat ini?”

Halaman Selanjutnya
img_title